BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perang Salib
bertitik tolak pada pembangunan pesat yang berlaku di Eropa Barat pada abad
pertengahan. Perang Salib berawal dari ketidaksukaan orang Kristen pada Islam
dan umat Islam. Pertarungan yang sengit antara dua agama ini adalah awal dari
permusuhan yang sangat berkepanjangan.
Perang Salib
berlangsung selama 2 abad, antara abad ke-11 dan ke-13, yang terjadi sebagai
reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai
pihak penyerang. Sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja di Syiria dan
Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia. Disebut Perang Salib karena
ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk
menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan
bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari
tangan-tangan orang Islam.
Bangsa Monggol
berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai
ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuri Barat, serta Turkistan Timur.
Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar,
Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni
Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan
keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari
Dalam pembuatan makalah ini dilatar belakangi kesadaran penulis
tentang apa itu perang salib, penyebabnya dan proses terjadinya serta
periodisasi Perang Salib dan mengenai Bangsa Mongol yang
mungkin belum banyak diketahui oleh era globalisasi ini demikian pula dengan
dan penulis ingin memberi pengetahuannya dan menjelaskan kepada pembaca tentang
apa itu perang salib serta penjabarannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Perang Salib itu?
2.
Apa faktor-faktor penyebab Perang Salib?
3.
Bagaimana terjadinya Perang Salib I?
4.
Apa
peranan Shalahuddin al-Ayyubi dalam menghadapi Pasukan Salib?
5.
Bagaimana terjadinya Perang Salib II?
6.
Bagaimana terjadinya Perang Salib III?
7.
Bagaimana asal-usul Bangsa Mongol?
8.
Sebutkan dan jelaskan para pemimpin Mongol yang
terkenal?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Perang Salib
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya perang salib
3.
Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib I
4.
Untuk mengetahui peranan Shalahuddin al-Ayyubi dalam menghadapi Pasukan
Salib.
5.
Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib II.
6.
Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib III
7.
Untuk mengetahui asal-usul Bangsa Mongol.
8.
Untuk mengetahui para pemimpin Mongol yang
terkenal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perang
Salib
Perang Salib berasal
dari Bahasa Arab, yaitu حـر كـة yang berarti suatu gerakan atau barisan, dan صـلـيـبـيـة
yang berarti kayu palang, tanda silang (dua batang kayu yang bersilang.[1]. Jadi Perang Salib adalah suatu
gerakan (dalam bentuk barisan) dengan memakai tanda salib untuk menghancurkan
umat Islam.
Sedangkan dalam Ensiklopedi
Islam, Perang Salib ialah gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat
Islam di Palestina secara berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai abad XIII
M. untuk membebaskan Bait al-Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud
menyebarkan agama dengan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.
Dikatakan salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda
salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka. Terhadap
pengertian ini, diperkuat lagi oleh Philip K. Hitti bahwa Perang Salib
itu adalah perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi sebagai
reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai
pihak penyerang. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 M. (Nabi saw.
wafat) sampai meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan
tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil,
Spanyol dan Sicilia. Perang tersebut merupakan suatu ekspedisi militer dan
terorganisir untuk merebut kembali tempat suci di Palestina.
Peristiwa
perang salib terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam kekuasaan Turki
Bani Saljuk. Peperangan yang
terjadi antara dua agama ini disebut perang salib karena ekspedisi militer
mempergunakan salib sebagai symbol pemersatu yang diletakkan pada masing masing
pundak mereka untuk menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah
perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis
(yerussalem) dari tangan orang-orang islam. Perang ini kemudian meluas menjadi
konflik antar agama yang paling dahsyat sepanjang sejarah. Dimulai sejak kaum
krirtiani direstui paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali
wilayah Yerussalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan islam. Perang ini
berlangsung selama beberapa periode dari ada ke-9 hingga abad ke-16
masehi.perang salib pertama dilancarkan pada tahun 1095 oleh Paus Urban II dan
berakhir pada tahun 1291.[2]
Dari beberapa
pengertian di atas, dapatlah dipahami bahwa Perang Salib adalah perang
yang dilakukan oleh ummat Kristen Eropa dengan mengerahkan umatnya secara
terorganisir yang bersifat militer, dan menurut mereka, Perang Salib ini merupakan
perang suci untuk merebut kembali Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat
Islam.
B. Faktor-faktor Terjadinya Perang Salib
Perang Salib sesungguhnya merupakan reaksi
bangsa Barat terhadap kekuasaan Islam. Kedudukan Islam di semenanjung Iberia,
serangan dan pendudukan Islam atas Sisilia maupun serangan atas semenanjung
Balkan dan lebih-lebih lagi pendudukan daerah Timur Tengah oleh bangsa Turki
yang akhirnya mengakibatkan terganggunya perjalanan para peziarah ke
Yerussalem, sehingga kaum Salib ingin merebut kota suci tersebut. Hal inilah
yang memicu terjadinya perang Salib, dan diantara faktor-faktor penyebabntya[3]. Antara lain:
1. Faktor Agama
Salah satu
peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan Alp Arselan (Penguasa
Saljuk) adalah peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M. (464 H.). Tentara Alp
Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan tentara Bizantium (Kristen) yang berjumlah 200.000 orang, yang
terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia.[4]
Kekalahan ini
menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat
Islam, yang kemudian menjadi benih dari Perang Salib.
Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk
merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang
berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan peraturan bagi umat Kristen
yang ingin berziarah di sana dan aturan tersebut sangat menyulitkan mereka,
akhirnya menghilangkan kemerdekaan umat Kristen untuk beribadah di Yerussalem[5]. Pada abad
pertengahan, gereja mempunyai peranan dan pengaruh yang besar terhadap
masyarakat di Eropa. Pihak gereja menyatakan bahwa siapa saja yang melanggar
aturan yang ditetapkan oleh gereja, maka akan mendapat hukuman.
Pada hal
masyarakat pada waktu itu banyak yang berbuat kesalahan dan mengerjakan
perbuatan yang dilarang oleh gereja. Untuk mensucikan diri dan bertobat dari
kesalahan tersebut, manusia harus banyak berbuat baik dan berbakti menurut
ajaran agama (Kristen), dengan berziarah ke Bait al-Maqdis di Yerussalem, berpuasa dan mengerjakan kebaikan lainnya. Mereka
yakin bahwa apabila berziarah ke tanah suci saja mendapat pahala yang besar dan
dapat menebus dosa, maka sudah tentu melepaskan dan memerdekakan Yerussalem
dari kekuasaan Islam, adalah jauh lebih besar pahalanya[[6]].
2.
Faktor Politik
Kekalahan
Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil di
bawah kekuasaan Saljuk, telah mendorong Kaisar Alexius Comnenus I (Kaisar
Costantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (menjadi Paus
dari 1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya dari pendudukan
Dinasti Saljuk.
Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium
karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di
Roma, serta dengan harapan dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma.
Pada waktu itu, Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar
terhadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya[[7]].
Demikian pula, adanya cita-cita Paus yang bersifat agresif untuk menguasai
dunia Timur dengan berencana mendirikan suatu kerajaan Latin. Hal ini pulalah
yang menyulut peperangan antara Kristen dan Islam, yang secara periodik dan
historis menggunakan waktu yang lama serta pengorbanan material dan jiwa yang
cukup banyak.
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang
besar yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk
menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan Selatan Laut
Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, mereka rela
menanggung sebagian dana peperangan dengan maksud menjadikan kawasan tersebut
sebagai pusat perdagangan, apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan.
Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan jalur
perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Demikian pula para
petualang dari ksatria Kristen, merasa puas dengan harta rampasan atau upeti dari
negeri taklukan. Masyarakat Eropa
ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Kaum gereja, bangsawan dan
ksatria, serta rakyat jelata[8].
Di samping itu,
stratifikasi sosial Mayoritas masyarakat di Eropa adalah rakyat jelata,
kehidupan mereka sangat tertindas, terhina, dan harus tunduk kepada para tuan
tanah yang sering bertindak semena-mena serta mereka dibebani berbagai pajak
dan sejumlah kewajiban lainnya.
Oleh karena
itu, pihak gereja memobilisasi mereka untuk turut mengambil bagian dalam Perang
Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik,
apabila dapat memenangkan peperangan. Mereka menyambut seruan itu secara
spontan dengan bersama-sama melibatkan diri dalan perang tersebut[9].
Benih-benih
permusuhan
Menurut
beberapa ahli sejarah, perang salib berawal dari benih-benih permusuhan kaum
Kristiani terhadap umat Islam, setelahDinasti Saljuk dapat merebut Baitul
Maqdis pada tahun 471 H. kaum Kristiani merasa kesulitan dalam melakukan ziarah
ke tanah sucinya[10].
Maka untuk
memeperoleh kembali keleluasaannya, Paus Urbanus berseru kepada kaum Kristiani
di Eropa untuk melakukan perang suci, yaitu memerangi kaum Muslimin di
Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan membersihkan tanah suci mereka
(Yerussalem). Dengan demikian perang ini
dapat dibadi menjadi beberapa periode[11].
C.Perang Salib I (1096-1144 M)
Sejarah peperangan antara orang Islam dengan non-muslim sudah
dimulai sejak zaman nabi Muhammad S.A.W antara lain perang Mu'tah dan perang
Tabuk, setelah itu diikuti dengan penaklukan Byzantine termasuk Shiria dan
Mesir pada zaman Khalifah Umar. Dalam ekspedisi penaklukan ini tentara Islam
berhasil menguasai Baitul Maqdis di Palestina, Hal ini membuat orang Kristen
marah karena merupakan tanah suci bagi kaum Kristiani.
Pihak Atabeg
Seljuk telah menghalangi orang Kristiani menziarahi tanah suci Baitul Maqdis
dengan cara mengenakan cukai yang tinggi bagi orang yang melalui wilayah
–wilayah sebelum sampai ke Baitul Maqdis. Kemarahan orang Kristen semakin
memuncak dengan adanya penghancuran gereja suci oleh kerajaan Fatimiyyah pada
tahun 1009 M, dimana gereja tersebut dibangun di atas makam nabi Isa as. Oleh
karena motif-motif agama, ekonomi dan juga politik. inilah yang menyebabkan
terjadinya perang salib[12].
Periode pertama perang salib disebut sebagai penaklukan. Jalinan
kerja sama antar Kaisar Alexius I dan Paus urbanus II, berhasil membangkitkan
semangat umat Kristen. Terlebih setelah pidato Paus Urbanus II yang intinya
kewajiban untuk melakukan Perang Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk
kaum Salibin[13].
Seorang pendeta
bernama Peters Amiens dilantik oleh Paus Urban II sebagai propagandis bagi
menaikkan semangat orang Kristen di Eropa. Disamping itu Kaisar Alexius
Comnenus di Constantinopel juga menyeru seluruh raja di Eropa agar memerangi
orang – orang Islam, dengan cara ini kerajaan Byzantine (Romawi Timur) dapat
diselamatkan dari tangan tentara Seljuk Islam.
Pada tahun
1095M, atas seruan atau khotbah Paus Urban II telah diadakan pertemuan
besar-besaran di Clermont (Perancis Selatan) yang dihadiri tokoh-tokoh agama
Kristen dan pembesar-pembesar negeri untuk merancang serangan kepada orang
islam. Dalam seruannya Paus Urban II menyerukan bahwa setiap orang yang ikut
dalam perang akan dilindungi segala harta bendanya oleh pihak gereja dengan
demikian kaum keluarganya yang ditinggal akan dilindungi oleh gereja juga,
segala dosa dan peluang walau sebesar apapun akan diampuni dan mereka yang
berkorban akan dimasukkan ke dalam surga, sehingga ramailah yang mendaftarkan
diri untuk pergi berperang baik tua maupun muda[14].
Sedangkan pada
masa itu pemerintahan kerajaan Seljuk dalam keadaan berpecah belah, keadan ini
sudah tentu memudahkan kerja tentara salib untuk menghancurkan orang Islam.
Bagi pihak kerajaan Fatimiyyah di Mesir merasa gembira dengan serangan-serangan
tentara salib ke Shiria karena dengan serangan itu akan berakhir kuasa Seljuk
di wilayah itu dan selanjutnya Seljuk yang akan memerintahnya.
Sebelum perang
salib terjadi, tentara Norman yang memerintah di selatan Italia telah berhasil
menaklukkan pemerintahan Islam di pulau Sicilia pada tahun 1091M. Dengan
berhasil menaklukkan pemerintahan Islam di pulau Sicilia kepada tangan Kristen
telah memberi perangsang yang kuat kepada mereka untuk meneruskan perluasan
daerah jajahan.
Pada tahun
1096M telah berkumpul di ibukota Constantinopel sebanyak 25.000 orang tentara
dibawah pimpinan Godfrey of Buillon dan beberapa yang lain diantaranya Baldwin
I, Count Raymond, Bohemond, Graaf Toulouse, Tancred, Robert Hertog dan
lain-lain.
Pada awal
Agustus 1096 M tentara salib menyerang selat Bosporus menghadapi tentara Suljuk
dalam serangan pertama gagal, akan tetapi mereka berhasil dalam serangan kedua
untuk menaklukkan kawasan-kawasan seperti Armenia, Nicia (pada tanggal 18 Juni
1097). Disini mereka mendirikan kerajaan
Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Raha (Adesa) dan Antakiyah (Antioch)(
pada tahun 1098). Disini mereka mendirikan Kerajaan Latin II di Timur dengan
Bahemond sebagai Raja. Serta Alippo (Halab), dan kawasan-kawasan di hulu sungai
al-Fura[15].
Kawasan-kawasan
itu telah dikuasai dengan mudah oleh tentara salib karena pihak Seljuk tidak
mendapatkan bantuan dari kerajaan pusat Baghdad. Tentara salib telah melakukan
keganasan dengan membunuh orang Islam tanpa belas kasihan, seperti tentara
Norman atas orang Islam Sicilia.[16]
Pada tahun 1099
M Godfrey dengan mudahnya memasuki kota Baitul Maqdis tanpa mendapat tantangan
serius dari tentara Islam, dan tentara Godfrey mendapatkan bantuan 12 kapal
perang Italia, pada tahun itu juga beberapa kota lain telah jatuh ke tangan
mereka di bawah pimpinan Count Raymond Godfrey kemudian dilantik menjadi raja
di Baitul Maqdis, kemudian digantikan oleh Baldwin I, sedangkan Count Raymond
dilantik sebagai pemimpin di Antakiyah. Baldwin I memerintahkan Count Raymond
untuk menaklukkan Tripoli dapat ditaklukkan pada tahun 1109 M. Di Tropoli mereka mendirikan Country
Tripoli, rajanya adalah Raymond.[17]
Dengan demikian hampir seluruh wilayah Shiria,
Palestina, dan kawasan-kawasan sekitarnya jatuh ke tangan tentara Kristen.
Kemenangan pasukan salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan
situasi di kawasan itu.
Kekalahan pada
Perang Salib pertama membuat umat Islam kembali bersemangat dan bersatu untuk
menentang Pasukan salib. Dibawah pimpinan Gubernur Mosul yang bernama Imaduddim
Zengi, tentara islam berhasil merebut kembali Aleppo dan Adessa[18].
D. Peranan Shalahuddin
al-Ayyubi dalam Menghadapi Pasukan Salib
Salahuddin al-Ayyubi,
yang dikenal oleh Orang Eropa dengan nama Saladin, ia juga bergelar Sultan
al-Malik al-Nashir ( Raja Sang Penakluk). Ia adalah pendiri dinasti Ayyubiyyah
di Mesir yang bertahan selama 80 tahun. Salahuddin berasal dari keluarga
Kurdi di Azerbaijan, yang berimigrasi ke Irak. Salahuddin al-Ayyubi merupakan
pahlawan paling mengagumkan, yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam di
sepanjang abad VI dan VII Hijriah. Berkat Salahuddin, umat dan peradaban Islam
terselamatkan dari kehancuran, akibat serangan dari kaum Salib. Pada periode
kedua (1144-1187 M) dari Perang Salib, Bait al-Maqdis kembali direbut oleh
pasukan Salib. Peristiwanya berawal dari jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan
Islam ke tangan kaum Salib, membangkitkan kesadaran umat Islam untuk menghimpun
kekuatan untuk menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zanqi, Gubernur
Mosul (Halab), kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib[19].
Pasukan Imaduddin
berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144 M. Sebelum
pasukannya merebut kembali daerah-daerah Islam lainnya, Imaduddin gugur dalam
pertempuran pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin
Zanqi. Di bawah kepemimpinannya, ia meneruskan cita-cita ayahnya untuk
membebaskan wilayah Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang
berhasil dibebaskannya, antara lain: Damaskus (1147), Antiokia (1149),
Edessa (1151), dan Mesir pada tahun 1169 M.[20]
Kejatuhan Edessa,
menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib II. Paus Eugenius III
menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis, Louis VII dan
Raja Jerman, Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah
Kristen di Syiria. Namun gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanqi. Mereka
tidak berhasil memasuki Damaskus, bahkan Louis VII dan Condrad II sendiri
melarikan diri ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M, pimpinan perang
kemudian dipegang oleh Salahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyyah
di Mesir tahun 1175 M.
Salahudddin al-Ayyubi
yang terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib
pada tahun 1180 M. Akhirnya, pasukan Salib tidak mampu menghadapi pasukan
Islam, maka mereka terpaksa mengajukan permintaan damai. Dengan adanya
permintaan damai itu, Salahuddin menghentikan peperangan. Namun karena tahun
1186 M tentara Salib mengkhianatinya dengan menyerang umat Islam yang akan
menunaikan haji, maka pertempuran kembali berkobar dan tentara Salib menderita
kekalahan serta kebanyakan di antara mereka menjadi tawanan. Akhirnya
Salahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada
tanggal 2 Oktober 1187 M.[21]
E. Perang Salib II (1144-1192 M)
Hampir setengah abad
dari tahun 492-542H/1099-1147M Baitul Maqdis diduduki oleh tentara salib , pada
masa itu orang Islam hidup menderita di bawah pemerintahan orang Kristen.
Kekuatan orang Islam muncul dengan kelahiran seorang tokoh bernama Imad al-Din
Zanki seorang politikus yang menjadi gubernur Mawsil, utara Iraq sejak tahun
1127 M. Pada tahun 1144 M Zanki telah berhasil menaklukkan Edessa dan beberapa
kawasan di wilayah Shiria dari tangan orang Kristen. Kemudian pada tahun 1146 M
Zanki mati dibunuh oleh seorang hambanya, daerah kekuasaannya dibagikan kepada
dua orang anaknya yakni: Saif al-Din al-Ghazi dan Nur al-Din Muhammad, Saif
al-Din memerintah di Mesopotamia (jazirah), sementara Nur al-Din memerintah di
Shiria.[22]
Nur al-Din sebagai
pemimpin Islam patuh pada ajaran agama, dan mempunyai semangat jihad yan tinggi
untuk membebaskan bumi Palestina dari kekuasaan tentara Kristen. Nur al-din
telah berjaya membebaskan semua wilayah Edessa setelah terjatuh kepada tangan
tentara salib beberapa tahun setelah kematian Zanki. Penawanan Edessa oleh
orang Islam tersebutlah yang membuat kemarahan orang Kristen dan mereka
kemudian bergabung dengan St Bernard of Clairvaux dibawah pimpinan Pope Eugene
III.[23]
Pada tahun 1146 M raja
Louis VII dari Perancis dan Hohenstaufen Conard II turut memberi dukungan moral
kepada tentara salib. Dalam perjalanan ke Hongaria banyak tentara Kristen yang
menderita sakit dan hanya sebagian kecil yang dapat meneruskan perjalanan ke
Baitul Maqdis dan disana mereka merancang untuk menyerang Damsyik dimana ketika
itu Damsyik dipimpin oleh Mu’in al-Din Anar, seorang keturunan Mamluk wakil
kerajaan Buriyah pimpinan Mujr al-Din keturunan Atabeq Seljuk. Pada saat
menyerang Damsyik tentara Salib terjadi perpecahan antara sesama mereka,
sehingga kesempatan ini digunakan oleh Mu'in al-Din untuk menggempur tentara
Salib.
Sedangkan pihak Count
Raymond yang memerintah di Tripoli,Shiria telah diancam oleh Count Bertrand of
Toulose yang memerintah kawasan Arimah. Raymond meminta bantuan Nur al-Din dan
Mu'in al-Din, kesempatan ini diambil untuk menyerang tentara salib. Dalam
serangan ini tentara Islam Berjaya menawan Arimah dan menangkap Raymond dan
dibawa ke Aleppo.
Pada tahun 564H/ 1169 M., khalifah al-'Adi, khalifah kerajaan Fatimiyyah yang terakhir, meminta bantuan Shirkhuh mempertahankan negeri Mesir dari serangan tentara Salib, dalam peperangan ini Shirkuh mencapai kejayaan cemerlang dan seterusnya beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shawar hanya dua bulan beliau wafat dan digantikan oleh Salahuddin Al-ayyubi.
Pada tahun 564H/ 1169 M., khalifah al-'Adi, khalifah kerajaan Fatimiyyah yang terakhir, meminta bantuan Shirkhuh mempertahankan negeri Mesir dari serangan tentara Salib, dalam peperangan ini Shirkuh mencapai kejayaan cemerlang dan seterusnya beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shawar hanya dua bulan beliau wafat dan digantikan oleh Salahuddin Al-ayyubi.
Pada periode kedua
peperangan dimenangkan oleh umat Islam yang dipimpin oleh Salahuddin al-Ayyubi.
Beberapa wilayah yang pernah dikuasai tentara Salib dapat direbut kembali.
Sehingga perjanjian shulh al-ramlah pada 1192 M. antara kedua belah pihak
terjadi, dengan kesepakatan bahwa orang Kristen yang berziaroh ke Baitul Maqdis
tidak akan diganggu[24].
Periode Salahuddin
al-Ayyubi : Perang Salib terbesar
Nama lengkap Salahuddin Yusuf Bin Amir Najm al-Din Ayyub yang bergelar al-Malik al-Nashr. Salahuddin memiliki kemampuan dan energy yang luar biasa, hal ini ditunjukkan dalam kapasitas organisasi dan leadership-nya. Beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shirkuh dan pada masa itu pula dilantik dengan menjadi panglima tentara Shiria oleh Nur al-Din dan bergelar Saladin.
Nama lengkap Salahuddin Yusuf Bin Amir Najm al-Din Ayyub yang bergelar al-Malik al-Nashr. Salahuddin memiliki kemampuan dan energy yang luar biasa, hal ini ditunjukkan dalam kapasitas organisasi dan leadership-nya. Beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shirkuh dan pada masa itu pula dilantik dengan menjadi panglima tentara Shiria oleh Nur al-Din dan bergelar Saladin.
Salahuddin dilahirkan
di Trakit pada tahun 532H/1138M dari keturunan suku Kurdi,pernah menjadi
Gubernur Ba'labaek pada zaman Zanki. Salahuddin telah terlibat dalam peperangan
di kawasan Mesir, Palestina dan Shiria, dan telah menyatukan umat Arab dan
Islam serta mengukuhkan mereka yang tidak pernah dilakukan oleh
pemimpin-pemimpin sebelumnya untuk menghadapi perang salib.[25]
Salahuddin mulai
terkenal pada tahun 559H/ 1164 pada saat beliau mengikuti perjalanan bersama
Shirkuh dibawah Nur al-Din dari Shiria untuk menentang tentara salib. Dalam
perjalanan ini tentara Salah}uddin berkubu di JIzah sementara tentara salib
pimpinan Amaury I berkubu di Fustat dalam peperangan ini Salahuddin Berjaya
menewaskan Amaury I.
Dari jizah, Kaherah, Salahuddin meneruskan ke Iskandariyah bersama Shirkuh dan Iskandariyah ditaklukkan,bersamaan itu Syirkuh melanjutkan ke selatan Mesir dan memerintahkan Salahuddin untuk menjaga Iskandariyah. Sepeninggalan Shirkuh tentara salib menyerang Iskandariyah, namun sebelumnya telah diadakan perjanjian antara orang Islam dan Kristen pada bulan Syawal 562H/Agustus1167M, perjanjian ini diminta pihak Kristen karena mereka takut diserang oleh tentara Nur al-Din dari Shiria.[26]
Dari jizah, Kaherah, Salahuddin meneruskan ke Iskandariyah bersama Shirkuh dan Iskandariyah ditaklukkan,bersamaan itu Syirkuh melanjutkan ke selatan Mesir dan memerintahkan Salahuddin untuk menjaga Iskandariyah. Sepeninggalan Shirkuh tentara salib menyerang Iskandariyah, namun sebelumnya telah diadakan perjanjian antara orang Islam dan Kristen pada bulan Syawal 562H/Agustus1167M, perjanjian ini diminta pihak Kristen karena mereka takut diserang oleh tentara Nur al-Din dari Shiria.[26]
Pada bulan Muharram
564H/ Nopember1168 M tentara salib melanggar perjanjian dengan menyerang
Bilbays dan banyak penduduk dibunuh, sehingga membuat kemarahan dan
mempersiapkan serangan balik oleh wazir Mesir bernama Shawar dengan meminta
bantuan Nur al-Din tentara salib pimpinan Amaury mundur pada 1 Rabiulakhir
564H/ 2 Januari 1169M pada saat itu pula Shawar mencoba untuk membunuh Shirkuh
hal ini dapat diketahui oleh Salahuddin dan akhirnya menyerang dan membunuh
Shawar.
Setelah kematian Shawar
pada 17 Rabiulakhir 564 H/18 Januari 1169 M. Khalifah al-Adid melantik Shirkuh
menjadi wazir dan selanjutnya digantikan oleh Salah}uddin dan dilantik pula
menjadi panglima angkatan tentara Shiria, sejak itu nama Salah}uddin menjadi
masyhur. Pihak orang Kristen Mesir menyadari bahaya kenaikan Salahuddin menjadi
panglima perang, kemudian meminta bantuan dari Eropa seperti Perancis, Jerman,
Inggris, dan Italia dan bergabung dengan tentara Byzantine untuk menyerang
Mesir. Bagi pihak Mesir Salahuddin mendapat bantuan dari Nur al-Din di Shiria.
Pada peperangan ini tentara salib pimpinan Amaury terpaksa menarik diri dan
membuat perjanjian damai dengan membayar uang upeti kepada Salahuddin.[27]
Pada tahun 1172 M
Salahuddin menyerang pelabuahan Aylan di pantai laut merah untuk merintis jalan
ke Palestina dan setelah itu Nur-al Din meminta bantuan Salahuddin untuk
menyerang kubu pertahanan tentara salib di kerak dan shawbak yang terletak di
timur Yordania, hal ini tidak dapat dilakukan karena Salah}uddin harus
menyelesaikan pemberontakan di Mesir.
Pada tahun 569 H./1174 M., Nur al-Din meninggal dunia dan tempatnya digantikan oleh anaknya bernama Ismail Malik al-Salih. Karena usianya masih 11 tahun, kekuasaan dipegang oleh penasehat-penasehatnya. Mereka ini kurang yakin terhadap Salahuddin lalu mencari jalan untuk mendapatkan pertolongan dari tentara salib. Akan tetapi Salahuddin dengan cepat menyerang Shiria dan berhasil melawan Hims. Pada akhir tahun 1174 M., Aleppo menyerah kalah. Oleh karena itu Ismail terpaksa menandatangani perjanjian damai dengan Salahuddin. Ia kemudian diberi gelar "Sultan" oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Pada tahun 569 H./1174 M., Nur al-Din meninggal dunia dan tempatnya digantikan oleh anaknya bernama Ismail Malik al-Salih. Karena usianya masih 11 tahun, kekuasaan dipegang oleh penasehat-penasehatnya. Mereka ini kurang yakin terhadap Salahuddin lalu mencari jalan untuk mendapatkan pertolongan dari tentara salib. Akan tetapi Salahuddin dengan cepat menyerang Shiria dan berhasil melawan Hims. Pada akhir tahun 1174 M., Aleppo menyerah kalah. Oleh karena itu Ismail terpaksa menandatangani perjanjian damai dengan Salahuddin. Ia kemudian diberi gelar "Sultan" oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Pada akhir tahun 569
H./1174 M., Salahuddin juga menghadapi serangan Norman dari Sicilia di perairan
Iskandariyah selama 3 hari. Tentara Norman akhirnya mundur dan pada saat itu
pula raja Amaury I di Baitul Maqdis meninggal dunia dan tempatnya diganti oleh
Baldwin IV. Dengan demikian maka kedudukan Salahuddin menjadi semakin kokoh dan
meyakinkan.Pada bulan Zul-Qa'dah 570 H/Mei 1175 M.Khalifah Abbasiyah
mengukuhkan Salahuddin sebagai pemimpin (sultan) Mesir, Nubiah, Yaman, Magribi,
Palestina, dan kawasan tengah Shiria, Salahuddin bergelar Sultan al-Islam wa
al-Muslim.[28]
Pada tahun 577 H/1181 M
Isma'il al-Malik al-Salih yang memerintah Haleb meninggal dunia. Pada bulan
Safar 579 H/Juni 1183 M seluruh negeri Shiria termasuk Haleb berada di bawah
kekuasaan Salahuddin yang dikenal sebagai Saladin di Barat. Peperangan antara
tentara Islam dengan tentara Salib terus berlangsung. Pemerintahan Baitul
Maqdis ketika itu dibawah pimpinan Guy De Lusignan yang telah menggantikan
Baldwin IV. Perjanjian damai yang ditandatangani antara orang Islam dengan
orang Kristen selama 2 tahun itu sering dinodai akibat tindakan Raynald of
Chatillon yang menjegal perjalanan perniagaan antara Damshik dan Hijaz dan
antara Hijaz dengan Mesir, juga mengganggu keselamatan orang-orang haji yang
hendak pergi malalui Hijaz. Salahuddin mengumpulkan bala tentara di Tasik
Gennesareth (Galilee). Sedangkan pihak Kristen juga mengumpulkan bala
tentaranya. Akhirnya terjadi pertempuran di Hittin. Dalam peperangan itu,
tentara Islam mencapai kemenangan besar dan banyak tentara salib yang ditawan.[29]
Kota Akka, tempat
Salahuddin tinggal dikepung selama dua tahun (27 Agustus 1187 – 12 Juli 1191).
Kelebihan pasukan Franka terletak pada pasukannya yang segar dan artileri
perang terbaru, sedangkan kelebihan pasukan muslim adalah karena mereka di
bawah satu komando. Shalah meminta bantuan kepada khalifah, meski bantuan yang
diharapkan tidak pernah datang, akhirnya pasukan muslim menyerah. Di kedua
belah pihak sama-sama memiliki tawanan masing-masing. Meski Richard telah
membunuh 2700 tawanan muslim, Shalah tidak melakukan hal yang sama. Akhirnya
kedua pihak sepakat membebaskan sisa tawanan yang ada dan mengadakan
perundingan perdamaian.[30]
Kota Akka telah
menggantikan kedudukan Yerussalem dalam kepemimpinan perang, dan negosiasi
perdamaian yang berlangsung tanpa gangguan antara kedua kelompok yang bertikai.
Richard yang sarat dengan ide-ide romantik, mengajukan saudara perempuannya
untuk menikah dengan saudara Shalah al-Malik al-Adil, dan keduanya patut
menerima Yerussalem sebagai hadiah pernikahan. Peristiwa ini mengakhiri
perselisihan antara Kristen dengan Muslim. Hari minggu sebelum Paskah (29 Mei
1192), Shalah membaiat al-Adil, anak al-Malik al-Kamil, sebagai bangsawan dalam
sebuah upacara yang meriah. Akhirnya, perdamaian ditetapkan di atas kertas pada
2 Nopember 1192, dengan ketentuan bahwa daerah pantai menjadi milik bangsa
latin sedangkan daerah pedalaman menjadi milik umat Islam, dan peziarah yang
datang ke kota Suci tidak boleh diganggu. Tahun berikutnya 19 Pebruari 1193
Shalah sakit demam di Damaskus dan pada tanggal 2 Maret 1193 Shalah meninggal
dalam usia 55 tahun. Pusaranya yang berdekatan dengan masjid Umayyah, hingga
kini masih menjadi daya tarik bagi ibukota Suriah.[31]
c. Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib
III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat
kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi
angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa
lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun
angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini
dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja
Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman
sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa, tetapi nasibnya
sangat malang, ketika ia menyeberang, sebuah sungai yang jeram di
Sisilia-Armenia ia mati tenggelam sehingga pasukannya kehilangan pemimpin dan
pasukannya patah semangat, akhirnya pasukan tersebut ada yang memilih kembali
ke negerinya dan ada pula yang terus untuk bergabung dengan pasukan lainnya.
Tentara Inggris dan Prancis bertemu di Saqliah dan disini juga terjadi
perselisihan antara Philiph dengan Richard yang akhirnya mereka kembali
sendiri-sendiri. Richard mengambil jalan melalui Cyprus dan Philiph langsung
menuju Palestina dan mengepung Akka. Akhirnya Akka dan Yaffa jatuh ditangan
tentara Salib tetapi tidak bisa menduduki Baitul Maqdis dan dibuatlah
perjanjian damai antara kedua belah pihak di Ramlah atau dapat disebut
perjanjian Ar-Romlah (Hasan, 1967:99).[32]
Tidak lama
setelah perdamaian tersebut Shalahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya
Sultan Adil. Shalahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan
mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini lebih dikenal
dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam
pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati
oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat
material, dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis
seolah-olah mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang
disiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju
Constantinople, kota ini direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin
sebagai rajanya yang pertama. Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah
yaitu munculnya pahlawan wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar
Ad-Durr, dia berhasil menghancurkan pasukan Raja Lois IX, dari Prancis dan
sekaligus menangkap raja tersebut. Dalam periode ini pasukan Salib selalu
menderita kekalahan. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang
sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah
sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya
renaisansce di Barat.[33]
F.Asal-usul Bangsa Mongol
Bangsa Monggol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang
membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan
Manchuri Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan,
yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan
dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama
Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.[34]
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol
sangat sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat lain, menggembala dan hidup dari hasil buruan. Sebagaimana
umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka
berperang, dan berani menghadang maut untuk mencapai keinginannya. Akan tetapi,
mereka sangat patuh kepada pemimpinnya.[35]
Agama bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka
mengakui adanya Yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya,
melainkan menyembah kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu
mendatangkan bencana, mereka jinakkan dengan sajian-sajian, disamping itu
mereka dengan sangat memuliakan arwah nenek moyang yang dianggap masih berkuasa
mengatur hidup keturunannya.[36]
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam
sejarah adalah Yesugey (w. 1175). Ia adalah ayah Jenghiz (Chinggiz atau
Chingis). Jenghiz aslinya bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat
namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril,
seorang kepala suku Kereyt. Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang
diberikan kepadanya oleh sidang kepal-kepala suku Mongol yang mengangkatnya
sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut
Jenghiz Khan, ketika ia berumur 44 tahun.[37]
Jenghiz Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke
Tibet, dan Cina, tahun 1213 M, serta dapat menaklukkan Beijing tahun 1215 M. Ia
menundukkan Turkistan tahun 1218 M yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni
Khawarizm Syah. Invasi Mongol ke wilayah Islam terjadi karena ada peristiwa
Utrar, 1218 M, yaitu ketika Gubernur Khawarizm membunuh para utusan Jenghiz
yang disertai pula oleh para saudagar muslim. Peristiwa tersebut menyebabkan
Mongol menyerbu wilayah Islam, dan dapat menaklukkan Transoxonia yang merupakan
wilayah Khawarizm, tahun 1219-1220, padahal sebelumnya mereka itu justru hidup
berdampingan secara damai satu sama lain.
Kemudian mereka masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Quzwain,
Hamadzan, dan sampai keperbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizm, mereka
kembali mendapat perlawananan dari Sultan Alauddin, tetapi kali ini mereka
dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizm. Sultan Alauddin tewas dalam
pertempuran di Mazindaran. Ia di gantikan putranya, Jalaluddin yang kemudian
melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun
1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbaijan[38]. Di
setiap daerah yang di laluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi.
Bangunan-bangunan indah di hancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian
juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid
dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Kota Bukhara di Samarkand yang di dalamnya terdapat makam Imam
Bukhari, salah seorang perawi hadis yang termasyhur, dihancurkan. Balkh dan
kota-kota lain yang mempunyai peradaban Islam yang tinggi di Asia Tengah juga
tidak luput dari penghancuran. Jalaluddin, penguasa Khawarizm yang berusaha
meminta bantuan kepada khalifah Abbasiyah di Baghdad, menghindarkan diri dari
serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke India tahun 1221, yang
akhirnya ia lari ke barat. Toluy, salah seorang anak Jenghiz, diutus ke
Khurazan, sementara anaknya yang lain, yakni Juchi dan Chagatai bergerak untuk
merebut wilayah sungai Sir Darya Bawah dan Khawarizm.[39]
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jenghiz Khan membagi
wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu
Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Toluy.[40]
Wilayah kekuasaan Jenghiz Khan yang luas itu dibagi untuk empat
orang putranya sebelum ia meninggal dunia tahun 624H/1227M. Pertama,
Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian barat dan stepa
Qipchaq yang mmbentang hingga ke Rusia selatan, di dalamnya terdapat Khawarizm.
Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan wilayah warisannya itu
diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (kelompok)
biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde keemasan (Golden
Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde putih di Siberia Barat. Kedua
sebagai kekhanan (kepemimpinan) yang berbagai macam ragamnya di Rusia, Siberia
dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakahan, Qazan, Qosimov, Tiumen, Bukhara
dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg, salah satu cabang keturunan Juchi berkuasa
di Khawarizm dan Transoxonia pada abad kelima belas dan keenam belas.
Kedua, Chagatay
mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak dari Transoxania hingga
Turkistan timur atau Turkistan Cina. Cabang-barat dari keturunan Chagatay yang
bermukim di Transoxania segera masuk ke dalam lingkungan pengaruh Islam, namun
akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan Cabang-timur dari
keturunan Chagatay berkembang di Semirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim. Mereka
lebih tahan terhadap pengaruh Islam, tetapi akhirnya mereka ikut membantu
menyebarkan Islam di wilayah Turkistan Cina dan bertahan di sana hingga abad ke
tujuh belas.
Ketiga, Ogotay, adalah
putra Jenghiz Khan yang terpilih oleh Dewan Pimpinan Mongol untuk menggantikan
ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan.
Akan tetapi, dua generasi Kekhanan Tertinggi jatuh ke tangan keturunan Toluy.
Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayah
di Pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak keturunan Chagatay dan
Qubilay Khan, hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
Keempat,
Tuluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni
Mongke dan Qubilay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di
Mongolia yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubilay Khan menakhlukkan Cina
dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintah hingga
abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh Dinasti Ming. Mereka memeluk
agama Buddha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan
saudara-saudaranya dari khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan
Rusia. Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Qubilay Khan, yang menyerang
wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.[41]
G. Invasi-invasi
mongol
Wilayah
kultur arab menjadi jajahan mongol setelah bagdad ditaklukkan oleh hulako khan,
1258. ia membentuk kerajaan Il Khaniyah yang berpusat di tabris dan maragha. Ia
dipercaya oleh saudaranya, mongke khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah
mongol di asia barat yang telah lepas dari kekuasaan mongol setelah kematian
jengis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk manunaikan tugas
itu tahun 1253 dari Mongolia . Atas kepercayaan saudaranya itu hulako khan
dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan asia kecil
sebelum menundukkan bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah
di Persia utara, tahun 1256. jatuhnya ibu kota abbasiyah yang didirikan oleh
khalifah kedua, al-mansyur itu, baerkaitan erat sekali dengan seseoran yang
bernama ibnu al-qami' 5 ia berhasil untuk merayu pasukan mongol untuk menyerang
bagdad.[42]
Pada awal
tahun 656 H/ 1258 M, hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad dibawah pimpinan
dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya, kemudian pada tanggal
12 muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan dua ratus ribu personel
dan dipimpin langsung oleh hulako khan tiba di bagdad. Mereka mengepung bagdad
dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya di adakan perjanjian antara
hulako dan mu'tashim mu'tashim dikawal tujuh ratus dari kalangan hakim dan,
fuqoha', orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya mereka semua di
bunuh oleh hulako khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas permintaan ibnu
al-qami' dan nashiruddin at-thutsi. Demikian juga membunuh sebagian besar
keluarga khalifah dan penduduk yang tak bedosa. Akibat pembunuhan dan perusakan
kota itu timbullah wabah penyakit lantaran mayat-mayat yang bergelimpangan
belum sempat di kebumikan. Hulako mengenakan gel ail khan dan menguasai wilayah
lebih luas lagi hingga ke syiria utara seperti kota Aleppo , hama dan harim.[43]
Selanjutnya
ia ingin merebut mesir, tetapi malang, pasukan mamluk rupanya lebih kuat dan
lebih cerdik sehingga pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain jalut, palestina,
tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi mesir. Ia sangat tertarik
pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat.
Hulako yang
memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, abaqa, 1265-1282. ia
sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang
beragama Kristen neustorian 6 , yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol Il
khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang salib, penguasa Kristen eropa,
Armenia cilicia untuk melawan mamluk dan keturunan-keturunan saudaranya sendiri
dari dinasti horde keemasan (golden horde) yang telah bersekutu dengan mamluk,
penguasa muslim yang berpusat di mesir. Dinasti Il-Khaniyah lama kelamaan
renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya di timur, terutama setelah
meninggalnya qubulay khan tahun 1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai
bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang islam, berbondong-bondong memeluk
agama islam seperti ghazan khan dan keturunannya.[44]
Penguasa
Il-Khaniyah terakhir ialah abu sa'id. Ia berdamai dengan mamluk tahun 1323,
yang mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria.
Perselisihan dalam tubuh Il khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan
menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat local. Mereka hanya dapat
dipersatukan kembali pada masa timur lenk yang berbentuk dinasti timurriyah
yang berpusat di samarkand . Sebagian wilayah Il-Khaniyah yang yang berada yang
berada di kawasan kebudayaan arab seperti iraq , Kurdistan dan azebaijan,
diwarisi oleh dinasti jalayiriyah. Jalayiriyah adalah suku mongol yang
mengikuti hulako ketika menaklukkan negeri-negeri islam. Dinasti ini didirikan
oleh hasan kuchuk (kecil) dari dinasti chupaniya, musuh bebuyutannya yang
memerintah sebagai gubernur di Anatolia di bawah sultan abu sa'id, penguasa
terakhir dinasti Il khaniyah, dan memusatkan kekuatannya di bagdad. Dimasa Uways,
pengganti hasan agung, jalaliriyyah baru memiliki kedaulatan secara penuh. Ia
dapat menundukkan azerbaizan, namun mendapat perlawanan dari dinasti
muzaffariyah din Khan-Khan horde keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara
Qoyunlu.[45]
Dari sini
dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya arab seperti iraq
dan syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis dapat
ditaklukkan oleh mongol, tetapi akhirnya mongol sendiri terserap kedalam budaya
islam. Dapatkah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya
arab di pemerintahan bukan hanya dynasti berbangsa arab saja tetapi siapa yang
kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai
wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa arab sendiri, baik
pada masa klasik maupun masa modern ini.
F. Dampak kekuasaan mongol
Apa dampak
positive maupun negative kekuasaan mongol terhadap wilayah islam yang
ditundukkannya?. Dampak negative tentu lebih banyak dibandingkan dampak
positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan mongol sejak dari
wilayah timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang
indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku
memperburuk situasi ummat islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan
hanya pada masa hulako saja yang membunuh khalifah Abbasiyah dan keluarganya,
tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat islam yang tidak berdosa.
Seperti yang dilakukan oleh argun Khan ke 4 pada masa dinasti Il khaniyah
terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk islam,
Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga juwaini yang tersohor di
hokum mati tahun 1284, Syamsuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan
Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.[46]
Bangsa
mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih
memeluk agama Buddha, rupanya bersimpati kepada orang-orang Kristen yang bangkit
kembali pada masa itu dan menghalang-halangi Dakwah islam di kalangan mongol,
yang lebih fatal lagi adalah hancurnya bagdad sebagai pusat dinasti abbasiyah
yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas
perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh hulako. Suatu kerugian besar bagi
khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.[47]
Ada pula
dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para pemimpinnya
memeluk agama islam. Mengapa dapat menerima dan masuk agama islam? Antara lain
adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat
Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan gazhar khan (1295-1304)
yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya
beagama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum
menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk islam adalah karena
pengaruh seorang menterinya, Rasyiddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang
terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya
untuk berapa provinsi syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan yahudi untuk
membayar jizrah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan islam,
melarang riba', dan menyuruuh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar
pada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab
, Persia , Cina , Tibet dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena
tekanan batin yang berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu ketika
pasukannya kalah di syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk menggusurnya
dari kekuasaannya.[48]
Sepeninggal
gazan digantikan oleh uljaitu khuda banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran
syi'ah sebagai kaum resmi kerajaannya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama
sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas Il-Khaniyah.
Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz , dan Il-Khaniyah menjadi pusat
pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta timur jauh.
Namun perselisihan dalam keluarga dinasti Il-Khaniyah menyebbkan runtuhnya
kekuasaan mereka.[49]
G.Para Pemimpin Mongol yang Terkenal
1.
Jenhiz Khan (7H/12-13 M)
Jenhiz
Khan adalah pemimpin paling terkemuka tanpa tanding. Ialah yang menundukkan seluruh Mongolia dan Tartar di
bawah kekuasaannya dan menyatukan mereka, lalu membentuk pasukan yang sangat
besar. Ia juga yang telah meletakkan undang-undang Mongolia yang terkenal.
Dengan
pasukannya ia menyerbu pemerintahan Khawarizm dan menghancurkannya. Ia
menguasai negeri-negeri Asia, antara lain Bukhara, Balkh, Naisabur, Samarkand,
dan juga kota-kota besar Iran.
2.
Hulagu Khan (7H/13M)
Hulagu
Khan adalah pimpinan Mongolia yang menghabisi kekhalifahan Abbasiyah, dan
menghancurkan Baghdad, dengan membunuh sebagian besar penduduknya. Bahkan juga
membunuh Khalifah Al-Mu’tashim, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah. Ia
kemudian melanjutkan penyerbuannya, menghancurkan sebagian kota-kota Syiria.
Hulagu juga mendirikan Pemerintahan Ilkhan di Irak.
3.
Timur Lenk (8H/14M)
Timur
Lenk adalah penguasa muslim India yang memerangi negeri-negeri tetangga seperti
Persia, Irak, Syam, dan Turki. Timur Lenk adalah penguasa yang berani, Timur
Lenk artinya Timur yang pincang.
4.
Zhahirudin Babur (10H/15-16M)
Zhahirudin
Babur adalah pendiri kekaisaran Mongolia (muslim) di India, yang berkuasa
sepanjang tahun 932-1275 H/1526-1858 M.[50]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perang Salib ialah
perang yang dilakukan oleh umat Kristen Eropa untuk merebt dan menguasai Bait al-Maqdis
di Yerussalem dari tangan umat Islam. Dinamakan Salib, karena setiap
orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda Salib di dada kanan sebagai
bukti kesucian cita-cita mereka. Perang ini berlangsung dari tahun 1095- 1291
M.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perang salib yaitu:
faktor agama, faktor politik, dan faktor ekonomi.
Adapun dampak Perang
Salib adalah adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun
pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka
mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan dengan
kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Dan walaupun umat
Islam berhasil mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tentara Salib, namun
kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena peperangan
berlangsung dari dalam wilayah sendiri.
Bangsa Monggol
berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai
ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuri Barat, serta Turkistan Timur.
Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar,
Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni
Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan
keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.
Dampak Negativ
dari Serangan Mongol yaitu Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari wilayah
timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan
perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi ummat
islam dan pembunuhan terhadap umat islam.
Ada pula
dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para pemimpinnya
memeluk agama islam karena mereka berasimilasi dan
bergaul dengan masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan
gazhar khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan,
walaupun ia pada mulanya beagama Buddha
Para Pemimpin Mongol yang Terkenal:Jenhiz
Khan (7H/12-13 M), Hulagu Khan
(7H/13M),Timur
Lenk (8H/14M),V
3.2 Saran
Penulis telah
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Maka,
penulis sangat mengharapkan saran dari
para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang
Kronologi Perang Salib
No
|
Tahun
|
Peristiwa
|
1
|
1096
|
Pengumuman Perang Salib oleh Paus Urbanus II di Clermont tanggal 27
November
|
2
|
1097-1098
|
Tentara Salib tiba di Konstantinopel (Spanyol) yang kala itu termasuk
wilayah islam
|
3
|
1099
|
Tnggal 15 Juli Yerussalem jatuh ke Tentara Salib
|
4
|
1101
|
Tentara Salib dikalahkan Turki di wilayah Asia Kecil
|
5
|
1109
|
Tripoli dikuasai tentara Salib
|
6
|
1119
|
Pertempuran diLadang Darah
|
7
|
1129
|
Tentara Salib menyerang Damaskus
|
8
|
1144
|
Tentara Islam dipimpin Zengi merebut Adessa, Tentara Salib mundur
kemudian muncul Perang Salib II
|
9
|
1146
|
Zengi wafat
|
10
|
1147
|
Tentara Salib kalah di Damaskus
|
11
|
1169
|
Saladin berkuasa di Mesir (mewakili
Nuruddin)
|
12
|
1174
|
Nuruddin wafat. Damaskus, Aleppo, dan
Mosul dipimpin Saladin
|
13
|
1174
|
Aleppo menyerah kalah
|
14
|
1174
|
Salahuddin menghadapi
serangan Norman dari Sicilia di perairan Iskandariyah selama 3 hari
|
15
|
1175
|
Khalifah
Abbasiyah mengukuhkan Salahuddin sebagai pemimpin (sultan) Mesir, Nubiah,
Yaman, Magribi, Palestina, dan kawasan tengah Shiria, Salahuddin bergelar
Sultan al-Islam wa al-Muslim.
|
16
|
1181
|
Isma'il
al-Malik al-Salih yang memerintah Haleb meninggal dunia
|
17
|
1183
|
Seluruh
negeri Shiria termasuk Haleb berada di bawah kekuasaan Salahuddin yang
dikenal sebagai Saladin di Barat
|
18
|
1187-1191
|
Kota Akka,
tempat Salahuddin tinggal dikepung selama dua tahun
|
19
|
1187
|
Pertempuran
Hattin tanggal 4 Juli, Saladin membebaskan Yerusalem daritentaraSalib.
|
20
|
1191
|
Salahudin dapat dilkalahkan oleh Richard dalam peperangannya di Arsuf
|
21
|
1192
|
Shalah membaiat al-Adil, anak al-Malik al-Kamil, sebagai bangsawan dalam
sebuah upacara yang meriah
|
22
|
1192
|
Salahuddin
dengan Richard membuat perjanjian perdamaian di Ramlah
|
23
|
1193
|
Shalah meninggal
|
24
|
1202-1204
|
Pasukan Salib
yang disiapkan menyerang Mesir ternyata mengubah haluan menuju Constantinople
|
25
|
1219
|
berhasil menduduki Dimyat
|
26
|
1247
|
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin, dan di masa
pemerintahan Al-Malik Al Shalih, penguasa Mesir selanjutnya
|
27
|
1291
|
Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin
|
Kronologi Invasi Mongol
No
|
Tahun
|
Peristiwa
|
1
|
1213
|
Jenghiz
Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke Tibet, dan Cina
|
2
|
1215
|
menaklukkan
Beijing
|
3
|
1218
|
Jenghiz
Khan menundukkan Turkistan yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni
Khawarizm Syah
|
4
|
1218
|
Invasi
Mongol ke wilayah Islam terjadi karena ada peristiwa Utrar, yaitu ketika
Gubernur Khawarizm membunuh para utusan Jenghiz yang disertai pula oleh para
saudagar muslim.
|
5
|
1219-1220
|
Transoxonia
yang merupakan wilayah Khawarizm ditaklukkan
|
6
|
1224
|
Sultan
Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindaran. Ia di gantikan putranya,
Jalaluddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam
pertempuran di dekat Attock
|
7
|
1227
|
Jenghiz
Khan meninggal dunia tahun
|
8
|
1221
|
Khawarizm
menghindarkan diri dari serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke
India
|
9
|
1256
|
Hulako menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah di
Persia utara
|
10
|
1258
|
Hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad
|
11
|
1260
|
Pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain Jalut, Palestina oleh
pasukan mamluk ketika berniat melangkahi mesir
|
12
|
1265
|
Hulako Khan digantikan oleh anaknya, Abaqa sampai 1282
|
13
|
1284
|
Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga
juwaini yang tersohor di hokum mati
|
14
|
1289
|
Syamsuddin penggantinya dibunuh
|
15
|
1289
|
Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi
itu dihukum mati
|
16
|
1294
|
qubulay khan meninggal
|
17
|
1323
|
abu sa'id berdamai dengan mamluk, dan mengakhiri
permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria
|
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, R. (2009, Juli 06). Knowledge. Retrieved april 06, 2013
Ali,Ameer.
1978, The Spirit of Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Ali,K. 2000. A Study of Islamic History. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Amir, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah.
Enan, M.A.
1983. Decisive Moment in the History of Islam. Surabaya: Bina
Ilmu.
Hamka. 1975.
Sejarah Umat Islam Jilid II. Jakarta: Bulan Bintang.
Iqbal, A. (2010). Perang-Perang Yang Paling
Berpengaruh Di Dunia. Yogyakarta: Penerbit Jogya Bangkit Publisher .
Islam, D. R. (1997). Ensiklopedi Islam
Indonesia Jilid IV. Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve.
Kusmayadi, H. (2012, maret 17). Retrieved april
06, 2013, from
http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Yatim, Badri. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Rajawali Press.
[1]) Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab
Indonesia (Cet. XIV; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 787. Lihat
juga Muhammad Idris Abd, al-Rauf al-Marbawiy, Kamus al-Marbawiy, (Mesir:
Mustafa Bab al-Halabiy wa Awladuh, t. th.), h. 131.
[2])
Lihat Ahkmad Iqbal, Perang- Perang Yang Paling Berpengaruhh diDunia (Penerbit
Jogja Bangkit Publisher, Jogjakarta 2010) hal 69.
[3])
Yang dimaksudkan ialah sebab-sebab terjadinya atau motifasi yang melatar
belakangi terjadinya Perang Salib yang pertama. Adapun penyebab terjadinya
Perang Salib untuk setiap periodenya adalah kelanjutan dari peperangan yang
terjadi sebelumnya
[4]
)http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[5]) Lihat Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 76
[6])
Lihat M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa (Cet. I;
Yogyakarta: Bina Usaha, 1987), h. 4.
[7])http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[8])
http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[9]) Idem7
[10])
Idem 2
[11])
Idem 2
[12]
) Idem 7
[13]
) Idem 2
[14]
)Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Indonesia,
Jilid IV (Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)
[15]
) Ibid 5
[16])
Ibid 5
[17]) Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 76
[19]) Ibid 2
[20])
ibid 14
[21])ibid
6
[22])
Ibid 5 Hlm 78
[23])
Ibid 5 hlm 79
[24])
Ibid 7
[25])
Ibid 7
[26])
ibid 2
[27])
ibid 2
[28])ibid
7
[29])
bid7
[30])
Ahmad
Al-Usziry, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm.
323-324
[31])
Ibid 30
[32])
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh
Al-Islami, Juz 4, Kairo: Maktabah An-Nahdhah Al-Mishriyah, 1967
[33])
ibid 30
[35]) Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh
Al-Islami, Juz 4, Kairo: Maktabah An-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979, hlm. 132.
[36])Thomas W. Arnold, Sejarah
Dakwah Islam (Terjemah dari The Preaching of Islam), Jakarta:
Wijaya, 1981, hlm. 193.
[37]) Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan
Arab, Jakarta: Logos, 1997, hlm.127.
[38]) Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang,
1989, hlm. 142-143.
[39])Hasan Ibrahim Hasan, hlm. 261-268.
Brockelmann, History of The Islamic People, London: Roudledge &
Kegan Paul Lmt, 1949, hlm. 246-248.
[40])Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban
Islam, hlm. 113.
[41]) Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, hlm.
167-170. Brockelman, History of the Islamic People, hlm. 248-249
[42])
ibid 30
[43] Ibid 7
[44])ibid
7
[45])ibid
7
[46] Ibid 7
[47]
Ibid 7
[48])ibid
30
[49])ibid
30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar