Senin, 02 Desember 2013

perang salib dan invasi mongol



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perang Salib bertitik tolak pada pembangunan pesat yang berlaku di Eropa Barat pada abad pertengahan. Perang Salib berawal dari ketidaksukaan orang Kristen pada Islam dan umat Islam. Pertarungan yang sengit antara dua agama ini adalah awal dari permusuhan yang sangat berkepanjangan.

Perang Salib berlangsung selama 2 abad, antara abad ke-11 dan ke-13, yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia. Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan-tangan orang Islam.
Bangsa Monggol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuri Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari
Dalam pembuatan makalah ini dilatar belakangi kesadaran penulis tentang apa itu perang salib, penyebabnya dan proses terjadinya serta periodisasi Perang Salib dan mengenai Bangsa Mongol yang mungkin belum banyak diketahui oleh era globalisasi ini demikian pula dengan dan penulis ingin memberi pengetahuannya dan menjelaskan kepada pembaca tentang apa itu perang salib serta penjabarannya.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa Perang Salib itu?
2.      Apa faktor-faktor penyebab Perang Salib?
3.      Bagaimana terjadinya Perang Salib I?
4.       Apa peranan Shalahuddin al-Ayyubi dalam menghadapi Pasukan Salib?
5.      Bagaimana terjadinya Perang Salib II?
6.      Bagaimana terjadinya Perang Salib III?
7.      Bagaimana asal-usul Bangsa Mongol?
8.      Sebutkan dan jelaskan para pemimpin Mongol yang terkenal?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Perang Salib
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perang salib
3.      Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib I
4.      Untuk mengetahui peranan Shalahuddin al-Ayyubi dalam menghadapi Pasukan Salib.
5.      Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib II.
6.      Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib III
7.      Untuk mengetahui asal-usul Bangsa Mongol.
8.      Untuk mengetahui para pemimpin Mongol yang terkenal.













BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perang Salib
Perang Salib berasal dari Bahasa Arab, yaitu حـر كـة  yang berarti suatu gerakan  atau   barisan, dan صـلـيـبـيـة     yang berarti kayu palang, tanda silang (dua batang kayu yang bersilang.[1].  Jadi Perang Salib adalah suatu gerakan (dalam bentuk barisan) dengan memakai tanda salib untuk menghancurkan umat Islam.
Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, Perang Salib ialah gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat Islam di Palestina secara berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai abad XIII M. untuk membebaskan  Bait al-Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud menyebarkan agama  dengan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dikatakan salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka. Terhadap pengertian ini, diperkuat lagi oleh Philip K. Hitti  bahwa Perang Salib itu adalah perang keagamaan  selama hampir dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 M. (Nabi saw. wafat)  sampai meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol dan Sicilia. Perang tersebut merupakan suatu ekspedisi militer dan terorganisir untuk merebut kembali tempat suci di Palestina.
Peristiwa perang salib terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam kekuasaan Turki Bani Saljuk. Peperangan yang terjadi antara dua agama ini disebut perang salib karena ekspedisi militer mempergunakan salib sebagai symbol pemersatu yang diletakkan pada masing masing pundak mereka untuk menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (yerussalem) dari tangan orang-orang islam. Perang ini kemudian meluas menjadi konflik antar agama yang paling dahsyat sepanjang sejarah. Dimulai sejak kaum krirtiani direstui paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali wilayah Yerussalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan islam. Perang ini berlangsung selama beberapa periode dari ada ke-9 hingga abad ke-16 masehi.perang salib pertama dilancarkan pada tahun 1095 oleh Paus Urban II dan berakhir pada tahun 1291.[2]

Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah dipahami bahwa Perang Salib  adalah perang yang dilakukan oleh ummat Kristen Eropa dengan mengerahkan umatnya secara terorganisir yang bersifat militer, dan menurut mereka, Perang Salib ini merupakan perang suci untuk merebut kembali Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam.
B. Faktor-faktor  Terjadinya Perang Salib
Perang Salib sesungguhnya merupakan reaksi bangsa Barat terhadap kekuasaan Islam. Kedudukan Islam di semenanjung Iberia, serangan dan pendudukan Islam atas Sisilia maupun serangan atas semenanjung Balkan dan lebih-lebih lagi pendudukan daerah Timur Tengah oleh bangsa Turki yang akhirnya mengakibatkan terganggunya perjalanan para peziarah ke Yerussalem, sehingga kaum Salib ingin merebut kota suci tersebut. Hal inilah yang memicu terjadinya perang Salib, dan diantara faktor-faktor penyebabntya[3]. Antara lain:
1.     Faktor Agama
Salah satu peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan Alp Arselan (Penguasa Saljuk) adalah peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M. (464 H.). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Bizantium (Kristen) yang berjumlah 200.000 orang, yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia.[4]
Kekalahan ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian menjadi benih dari Perang Salib.
Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah di sana dan aturan tersebut sangat menyulitkan mereka, akhirnya menghilangkan kemerdekaan umat Kristen untuk beribadah di Yerussalem[5]. Pada abad pertengahan, gereja mempunyai peranan dan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di Eropa. Pihak gereja menyatakan bahwa siapa saja yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh gereja, maka akan mendapat hukuman.
Pada hal masyarakat pada waktu itu banyak yang berbuat kesalahan dan mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh gereja. Untuk mensucikan diri dan bertobat dari kesalahan tersebut, manusia harus banyak berbuat baik dan berbakti menurut ajaran agama (Kristen), dengan berziarah ke Bait al-Maqdis di Yerussalem, berpuasa dan mengerjakan kebaikan lainnya. Mereka yakin bahwa apabila berziarah ke tanah suci saja mendapat pahala yang besar dan dapat menebus dosa, maka sudah tentu melepaskan dan memerdekakan Yerussalem dari kekuasaan Islam, adalah jauh lebih besar pahalanya[[6]].
2. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil di bawah kekuasaan Saljuk, telah mendorong Kaisar Alexius Comnenus I (Kaisar Costantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II  (menjadi Paus dari 1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya dari pendudukan Dinasti Saljuk.
Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma, serta dengan harapan  dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu, Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap  raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya[[7]]. Demikian pula, adanya cita-cita Paus yang bersifat agresif untuk menguasai dunia Timur dengan berencana mendirikan suatu kerajaan Latin. Hal ini pulalah yang menyulut peperangan antara Kristen dan Islam, yang secara periodik dan historis menggunakan waktu yang lama serta pengorbanan material dan jiwa yang cukup banyak.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang besar yang berada  di kota Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan Selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana peperangan dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan, apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan jalur perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Demikian pula para petualang dari ksatria Kristen, merasa puas dengan harta rampasan atau upeti dari negeri taklukan. Masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Kaum gereja, bangsawan dan ksatria, serta rakyat jelata[8].
Di samping itu, stratifikasi sosial Mayoritas  masyarakat di Eropa adalah rakyat jelata, kehidupan mereka sangat tertindas, terhina, dan harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena serta mereka dibebani berbagai pajak dan sejumlah kewajiban lainnya.
Oleh karena itu, pihak gereja memobilisasi mereka untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik, apabila dapat memenangkan peperangan. Mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan bersama-sama melibatkan diri dalan perang tersebut[9].
Benih-benih permusuhan
Menurut beberapa ahli sejarah, perang salib berawal dari benih-benih permusuhan kaum Kristiani terhadap umat Islam, setelahDinasti Saljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H. kaum Kristiani merasa kesulitan dalam melakukan ziarah ke tanah sucinya[10].
Maka untuk memeperoleh kembali keleluasaannya, Paus Urbanus berseru kepada kaum Kristiani di Eropa untuk melakukan perang suci, yaitu memerangi kaum Muslimin di Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan membersihkan tanah suci mereka (Yerussalem). Dengan demikian perang  ini dapat dibadi menjadi beberapa periode[11].

C.Perang Salib I (1096-1144 M)
Sejarah peperangan antara orang Islam dengan non-muslim sudah dimulai sejak zaman nabi Muhammad S.A.W antara lain perang Mu'tah dan perang Tabuk, setelah itu diikuti dengan penaklukan Byzantine termasuk Shiria dan Mesir pada zaman Khalifah Umar. Dalam ekspedisi penaklukan ini tentara Islam berhasil menguasai Baitul Maqdis di Palestina, Hal ini membuat orang Kristen marah karena merupakan tanah suci bagi kaum Kristiani.
Pihak Atabeg Seljuk telah menghalangi orang Kristiani menziarahi tanah suci Baitul Maqdis dengan cara mengenakan cukai yang tinggi bagi orang yang melalui wilayah –wilayah sebelum sampai ke Baitul Maqdis. Kemarahan orang Kristen semakin memuncak dengan adanya penghancuran gereja suci oleh kerajaan Fatimiyyah pada tahun 1009 M, dimana gereja tersebut dibangun di atas makam nabi Isa as. Oleh karena motif-motif agama, ekonomi dan juga politik. inilah yang menyebabkan terjadinya perang salib[12].
Periode pertama perang salib disebut sebagai penaklukan. Jalinan kerja sama antar Kaisar Alexius I dan Paus urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat Kristen. Terlebih setelah pidato Paus Urbanus II yang intinya kewajiban untuk melakukan Perang Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin[13].
Seorang pendeta bernama Peters Amiens dilantik oleh Paus Urban II sebagai propagandis bagi menaikkan semangat orang Kristen di Eropa. Disamping itu Kaisar Alexius Comnenus di Constantinopel juga menyeru seluruh raja di Eropa agar memerangi orang – orang Islam, dengan cara ini kerajaan Byzantine (Romawi Timur) dapat diselamatkan dari tangan tentara Seljuk Islam.
Pada tahun 1095M, atas seruan atau khotbah Paus Urban II telah diadakan pertemuan besar-besaran di Clermont (Perancis Selatan) yang dihadiri tokoh-tokoh agama Kristen dan pembesar-pembesar negeri untuk merancang serangan kepada orang islam. Dalam seruannya Paus Urban II menyerukan bahwa setiap orang yang ikut dalam perang akan dilindungi segala harta bendanya oleh pihak gereja dengan demikian kaum keluarganya yang ditinggal akan dilindungi oleh gereja juga, segala dosa dan peluang walau sebesar apapun akan diampuni dan mereka yang berkorban akan dimasukkan ke dalam surga, sehingga ramailah yang mendaftarkan diri untuk pergi berperang baik tua maupun muda[14].
Sedangkan pada masa itu pemerintahan kerajaan Seljuk dalam keadaan berpecah belah, keadan ini sudah tentu memudahkan kerja tentara salib untuk menghancurkan orang Islam. Bagi pihak kerajaan Fatimiyyah di Mesir merasa gembira dengan serangan-serangan tentara salib ke Shiria karena dengan serangan itu akan berakhir kuasa Seljuk di wilayah itu dan selanjutnya Seljuk yang akan memerintahnya.
Sebelum perang salib terjadi, tentara Norman yang memerintah di selatan Italia telah berhasil menaklukkan pemerintahan Islam di pulau Sicilia pada tahun 1091M. Dengan berhasil menaklukkan pemerintahan Islam di pulau Sicilia kepada tangan Kristen telah memberi perangsang yang kuat kepada mereka untuk meneruskan perluasan daerah jajahan.
Pada tahun 1096M telah berkumpul di ibukota Constantinopel sebanyak 25.000 orang tentara dibawah pimpinan Godfrey of Buillon dan beberapa yang lain diantaranya Baldwin I, Count Raymond, Bohemond, Graaf Toulouse, Tancred, Robert Hertog dan lain-lain.
Pada awal Agustus 1096 M tentara salib menyerang selat Bosporus menghadapi tentara Suljuk dalam serangan pertama gagal, akan tetapi mereka berhasil dalam serangan kedua untuk menaklukkan kawasan-kawasan seperti Armenia, Nicia (pada tanggal 18 Juni 1097). Disini mereka mendirikan kerajaan  Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Raha (Adesa) dan Antakiyah (Antioch)( pada tahun 1098). Disini mereka mendirikan Kerajaan Latin II di Timur dengan Bahemond sebagai Raja. Serta Alippo (Halab), dan kawasan-kawasan di hulu sungai al-Fura[15].
Kawasan-kawasan itu telah dikuasai dengan mudah oleh tentara salib karena pihak Seljuk tidak mendapatkan bantuan dari kerajaan pusat Baghdad. Tentara salib telah melakukan keganasan dengan membunuh orang Islam tanpa belas kasihan, seperti tentara Norman atas orang Islam Sicilia.[16]
Pada tahun 1099 M Godfrey dengan mudahnya memasuki kota Baitul Maqdis tanpa mendapat tantangan serius dari tentara Islam, dan tentara Godfrey mendapatkan bantuan 12 kapal perang Italia, pada tahun itu juga beberapa kota lain telah jatuh ke tangan mereka di bawah pimpinan Count Raymond Godfrey kemudian dilantik menjadi raja di Baitul Maqdis, kemudian digantikan oleh Baldwin I, sedangkan Count Raymond dilantik sebagai pemimpin di Antakiyah. Baldwin I memerintahkan Count Raymond untuk menaklukkan Tripoli dapat ditaklukkan pada tahun 1109 M. Di Tropoli mereka mendirikan Country Tripoli, rajanya adalah Raymond.[17]
 Dengan demikian hampir seluruh wilayah Shiria, Palestina, dan kawasan-kawasan sekitarnya jatuh ke tangan tentara Kristen. Kemenangan pasukan salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu.
Kekalahan pada Perang Salib pertama membuat umat Islam kembali bersemangat dan bersatu untuk menentang Pasukan salib. Dibawah pimpinan Gubernur Mosul yang bernama Imaduddim Zengi, tentara islam berhasil merebut kembali Aleppo dan Adessa[18].

D. Peranan Shalahuddin al-Ayyubi dalam Menghadapi Pasukan Salib
Salahuddin al-Ayyubi, yang dikenal oleh Orang Eropa dengan nama Saladin, ia juga bergelar Sultan al-Malik al-Nashir ( Raja Sang Penakluk). Ia adalah pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir yang bertahan selama 80 tahun. Salahuddin berasal dari keluarga  Kurdi di Azerbaijan, yang berimigrasi ke Irak. Salahuddin al-Ayyubi merupakan pahlawan paling mengagumkan, yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam di sepanjang abad VI dan VII Hijriah. Berkat Salahuddin, umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran, akibat serangan dari kaum Salib. Pada periode kedua (1144-1187 M) dari Perang Salib, Bait al-Maqdis kembali direbut oleh pasukan Salib. Peristiwanya berawal dari jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib, membangkitkan kesadaran umat Islam untuk menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zanqi, Gubernur Mosul (Halab), kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib[19].
Pasukan Imaduddin berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144 M. Sebelum pasukannya merebut kembali daerah-daerah Islam lainnya, Imaduddin gugur dalam pertempuran pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zanqi. Di bawah kepemimpinannya, ia meneruskan cita-cita ayahnya untuk membebaskan wilayah Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskannya, antara lain: Damaskus (1147), Antiokia (1149),  Edessa (1151), dan Mesir pada tahun 1169 M.[20]
Kejatuhan Edessa, menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib II. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis, Louis VII dan Raja Jerman, Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syiria. Namun gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanqi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus, bahkan Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M, pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M.
Salahudddin al-Ayyubi yang terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib pada tahun 1180 M. Akhirnya, pasukan Salib tidak mampu menghadapi pasukan Islam, maka mereka terpaksa mengajukan permintaan damai. Dengan adanya permintaan damai itu, Salahuddin menghentikan peperangan. Namun karena tahun 1186 M tentara Salib mengkhianatinya dengan menyerang umat Islam yang akan menunaikan haji, maka pertempuran kembali berkobar dan tentara Salib menderita kekalahan serta kebanyakan di antara mereka menjadi tawanan. Akhirnya Salahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2 Oktober 1187 M.[21]
E. Perang Salib II (1144-1192 M)
Hampir setengah abad dari tahun 492-542H/1099-1147M Baitul Maqdis diduduki oleh tentara salib , pada masa itu orang Islam hidup menderita di bawah pemerintahan orang Kristen. Kekuatan orang Islam muncul dengan kelahiran seorang tokoh bernama Imad al-Din Zanki seorang politikus yang menjadi gubernur Mawsil, utara Iraq sejak tahun 1127 M. Pada tahun 1144 M Zanki telah berhasil menaklukkan Edessa dan beberapa kawasan di wilayah Shiria dari tangan orang Kristen. Kemudian pada tahun 1146 M Zanki mati dibunuh oleh seorang hambanya, daerah kekuasaannya dibagikan kepada dua orang anaknya yakni: Saif al-Din al-Ghazi dan Nur al-Din Muhammad, Saif al-Din memerintah di Mesopotamia (jazirah), sementara Nur al-Din memerintah di Shiria.[22]
Nur al-Din sebagai pemimpin Islam patuh pada ajaran agama, dan mempunyai semangat jihad yan tinggi untuk membebaskan bumi Palestina dari kekuasaan tentara Kristen. Nur al-din telah berjaya membebaskan semua wilayah Edessa setelah terjatuh kepada tangan tentara salib beberapa tahun setelah kematian Zanki. Penawanan Edessa oleh orang Islam tersebutlah yang membuat kemarahan orang Kristen dan mereka kemudian bergabung dengan St Bernard of Clairvaux dibawah pimpinan Pope Eugene III.[23]
Pada tahun 1146 M raja Louis VII dari Perancis dan Hohenstaufen Conard II turut memberi dukungan moral kepada tentara salib. Dalam perjalanan ke Hongaria banyak tentara Kristen yang menderita sakit dan hanya sebagian kecil yang dapat meneruskan perjalanan ke Baitul Maqdis dan disana mereka merancang untuk menyerang Damsyik dimana ketika itu Damsyik dipimpin oleh Mu’in al-Din Anar, seorang keturunan Mamluk wakil kerajaan Buriyah pimpinan Mujr al-Din keturunan Atabeq Seljuk. Pada saat menyerang Damsyik tentara Salib terjadi perpecahan antara sesama mereka, sehingga kesempatan ini digunakan oleh Mu'in al-Din untuk menggempur tentara Salib.
Sedangkan pihak Count Raymond yang memerintah di Tripoli,Shiria telah diancam oleh Count Bertrand of Toulose yang memerintah kawasan Arimah. Raymond meminta bantuan Nur al-Din dan Mu'in al-Din, kesempatan ini diambil untuk menyerang tentara salib. Dalam serangan ini tentara Islam Berjaya menawan Arimah dan menangkap Raymond dan dibawa ke Aleppo.
Pada tahun 564H/ 1169 M., khalifah al-'Adi, khalifah kerajaan Fatimiyyah yang terakhir, meminta bantuan Shirkhuh mempertahankan negeri Mesir dari serangan tentara Salib, dalam peperangan ini Shirkuh mencapai kejayaan cemerlang dan seterusnya beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shawar hanya dua bulan beliau wafat dan digantikan oleh Salahuddin Al-ayyubi.
Pada periode kedua peperangan dimenangkan oleh umat Islam yang dipimpin oleh Salahuddin al-Ayyubi. Beberapa wilayah yang pernah dikuasai tentara Salib dapat direbut kembali. Sehingga perjanjian shulh al-ramlah pada 1192 M. antara kedua belah pihak terjadi, dengan kesepakatan bahwa orang Kristen yang berziaroh ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu[24].
Periode Salahuddin al-Ayyubi : Perang Salib terbesar
Nama lengkap Salahuddin Yusuf Bin Amir Najm al-Din Ayyub yang bergelar al-Malik al-Nashr. Salahuddin memiliki kemampuan dan energy yang luar biasa, hal ini ditunjukkan dalam kapasitas organisasi dan leadership-nya. Beliau dilantik menjadi wazir kerajaan Fatimiyyah untuk menggantikan Shirkuh dan pada masa itu pula dilantik dengan menjadi panglima tentara Shiria oleh Nur al-Din dan bergelar Saladin.
Salahuddin dilahirkan di Trakit pada tahun 532H/1138M dari keturunan suku Kurdi,pernah menjadi Gubernur Ba'labaek pada zaman Zanki. Salahuddin telah terlibat dalam peperangan di kawasan Mesir, Palestina dan Shiria, dan telah menyatukan umat Arab dan Islam serta mengukuhkan mereka yang tidak pernah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya untuk menghadapi perang salib.[25]
Salahuddin mulai terkenal pada tahun 559H/ 1164 pada saat beliau mengikuti perjalanan bersama Shirkuh dibawah Nur al-Din dari Shiria untuk menentang tentara salib. Dalam perjalanan ini tentara Salah}uddin berkubu di JIzah sementara tentara salib pimpinan Amaury I berkubu di Fustat dalam peperangan ini Salahuddin Berjaya menewaskan Amaury I.
Dari jizah, Kaherah, Salahuddin meneruskan ke Iskandariyah bersama Shirkuh dan Iskandariyah ditaklukkan,bersamaan itu Syirkuh melanjutkan ke selatan Mesir dan memerintahkan Salahuddin untuk menjaga Iskandariyah. Sepeninggalan Shirkuh tentara salib menyerang Iskandariyah, namun sebelumnya telah diadakan perjanjian antara orang Islam dan Kristen pada bulan Syawal 562H/Agustus1167M, perjanjian ini diminta pihak Kristen karena mereka takut diserang oleh tentara Nur al-Din dari Shiria.
[26]
Pada bulan Muharram 564H/ Nopember1168 M tentara salib melanggar perjanjian dengan menyerang Bilbays dan banyak penduduk dibunuh, sehingga membuat kemarahan dan mempersiapkan serangan balik oleh wazir Mesir bernama Shawar dengan meminta bantuan Nur al-Din tentara salib pimpinan Amaury mundur pada 1 Rabiulakhir 564H/ 2 Januari 1169M pada saat itu pula Shawar mencoba untuk membunuh Shirkuh hal ini dapat diketahui oleh Salahuddin dan akhirnya menyerang dan membunuh Shawar.
Setelah kematian Shawar pada 17 Rabiulakhir 564 H/18 Januari 1169 M. Khalifah al-Adid melantik Shirkuh menjadi wazir dan selanjutnya digantikan oleh Salah}uddin dan dilantik pula menjadi panglima angkatan tentara Shiria, sejak itu nama Salah}uddin menjadi masyhur. Pihak orang Kristen Mesir menyadari bahaya kenaikan Salahuddin menjadi panglima perang, kemudian meminta bantuan dari Eropa seperti Perancis, Jerman, Inggris, dan Italia dan bergabung dengan tentara Byzantine untuk menyerang Mesir. Bagi pihak Mesir Salahuddin mendapat bantuan dari Nur al-Din di Shiria. Pada peperangan ini tentara salib pimpinan Amaury terpaksa menarik diri dan membuat perjanjian damai dengan membayar uang upeti kepada Salahuddin.[27]
Pada tahun 1172 M Salahuddin menyerang pelabuahan Aylan di pantai laut merah untuk merintis jalan ke Palestina dan setelah itu Nur-al Din meminta bantuan Salahuddin untuk menyerang kubu pertahanan tentara salib di kerak dan shawbak yang terletak di timur Yordania, hal ini tidak dapat dilakukan karena Salah}uddin harus menyelesaikan pemberontakan di Mesir.
Pada tahun 569 H./1174 M., Nur al-Din meninggal dunia dan tempatnya digantikan oleh anaknya bernama Ismail Malik al-Salih. Karena usianya masih 11 tahun, kekuasaan dipegang oleh penasehat-penasehatnya. Mereka ini kurang yakin terhadap Salahuddin lalu mencari jalan untuk mendapatkan pertolongan dari tentara salib. Akan tetapi Salahuddin dengan cepat menyerang Shiria dan berhasil melawan Hims. Pada akhir tahun 1174 M., Aleppo menyerah kalah. Oleh karena itu Ismail terpaksa menandatangani perjanjian damai dengan Salahuddin. Ia kemudian diberi gelar "Sultan" oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Pada akhir tahun 569 H./1174 M., Salahuddin juga menghadapi serangan Norman dari Sicilia di perairan Iskandariyah selama 3 hari. Tentara Norman akhirnya mundur dan pada saat itu pula raja Amaury I di Baitul Maqdis meninggal dunia dan tempatnya diganti oleh Baldwin IV. Dengan demikian maka kedudukan Salahuddin menjadi semakin kokoh dan meyakinkan.Pada bulan Zul-Qa'dah 570 H/Mei 1175 M.Khalifah Abbasiyah mengukuhkan Salahuddin sebagai pemimpin (sultan) Mesir, Nubiah, Yaman, Magribi, Palestina, dan kawasan tengah Shiria, Salahuddin bergelar Sultan al-Islam wa al-Muslim.[28]
Pada tahun 577 H/1181 M Isma'il al-Malik al-Salih yang memerintah Haleb meninggal dunia. Pada bulan Safar 579 H/Juni 1183 M seluruh negeri Shiria termasuk Haleb berada di bawah kekuasaan Salahuddin yang dikenal sebagai Saladin di Barat. Peperangan antara tentara Islam dengan tentara Salib terus berlangsung. Pemerintahan Baitul Maqdis ketika itu dibawah pimpinan Guy De Lusignan yang telah menggantikan Baldwin IV. Perjanjian damai yang ditandatangani antara orang Islam dengan orang Kristen selama 2 tahun itu sering dinodai akibat tindakan Raynald of Chatillon yang menjegal perjalanan perniagaan antara Damshik dan Hijaz dan antara Hijaz dengan Mesir, juga mengganggu keselamatan orang-orang haji yang hendak pergi malalui Hijaz. Salahuddin mengumpulkan bala tentara di Tasik Gennesareth (Galilee). Sedangkan pihak Kristen juga mengumpulkan bala tentaranya. Akhirnya terjadi pertempuran di Hittin. Dalam peperangan itu, tentara Islam mencapai kemenangan besar dan banyak tentara salib yang ditawan.[29]
Kota Akka, tempat Salahuddin tinggal dikepung selama dua tahun (27 Agustus 1187 – 12 Juli 1191). Kelebihan pasukan Franka terletak pada pasukannya yang segar dan artileri perang terbaru, sedangkan kelebihan pasukan muslim adalah karena mereka di bawah satu komando. Shalah meminta bantuan kepada khalifah, meski bantuan yang diharapkan tidak pernah datang, akhirnya pasukan muslim menyerah. Di kedua belah pihak sama-sama memiliki tawanan masing-masing. Meski Richard telah membunuh 2700 tawanan muslim, Shalah tidak melakukan hal yang sama. Akhirnya kedua pihak sepakat membebaskan sisa tawanan yang ada dan mengadakan perundingan perdamaian.[30]
Kota Akka telah menggantikan kedudukan Yerussalem dalam kepemimpinan perang, dan negosiasi perdamaian yang berlangsung tanpa gangguan antara kedua kelompok yang bertikai. Richard yang sarat dengan ide-ide romantik, mengajukan saudara perempuannya untuk menikah dengan saudara Shalah al-Malik al-Adil, dan keduanya patut menerima Yerussalem sebagai hadiah pernikahan. Peristiwa ini mengakhiri perselisihan antara Kristen dengan Muslim. Hari minggu sebelum Paskah (29 Mei 1192), Shalah membaiat al-Adil, anak al-Malik al-Kamil, sebagai bangsawan dalam sebuah upacara yang meriah. Akhirnya, perdamaian ditetapkan di atas kertas pada 2 Nopember 1192, dengan ketentuan bahwa daerah pantai menjadi milik bangsa latin sedangkan daerah pedalaman menjadi milik umat Islam, dan peziarah yang datang ke kota Suci tidak boleh diganggu. Tahun berikutnya 19 Pebruari 1193 Shalah sakit demam di Damaskus dan pada tanggal 2 Maret 1193 Shalah meninggal dalam usia 55 tahun. Pusaranya yang berdekatan dengan masjid Umayyah, hingga kini masih menjadi daya tarik bagi ibukota Suriah.[31]
c. Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa, tetapi nasibnya sangat malang, ketika ia menyeberang, sebuah sungai yang jeram di Sisilia-Armenia ia mati tenggelam sehingga pasukannya kehilangan pemimpin dan pasukannya patah semangat, akhirnya pasukan tersebut ada yang memilih kembali ke negerinya dan ada pula yang terus untuk bergabung dengan pasukan lainnya. Tentara Inggris dan Prancis bertemu di Saqliah dan disini juga terjadi perselisihan antara Philiph dengan Richard yang akhirnya mereka kembali sendiri-sendiri. Richard mengambil jalan melalui Cyprus dan Philiph langsung menuju Palestina dan mengepung Akka. Akhirnya Akka dan Yaffa jatuh ditangan tentara Salib tetapi tidak bisa menduduki Baitul Maqdis dan dibuatlah perjanjian damai antara kedua belah pihak di Ramlah atau dapat disebut perjanjian Ar-Romlah (Hasan, 1967:99).[32]
Tidak lama setelah perdamaian tersebut Shalahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya Sultan Adil. Shalahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material, dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju Constantinople, kota ini direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang pertama. Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil menghancurkan pasukan Raja Lois IX, dari Prancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Dalam periode ini pasukan Salib selalu menderita kekalahan. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisansce di Barat.[33]
F.Asal-usul Bangsa Mongol
Bangsa Monggol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuri Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.[34]
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol sangat sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala dan hidup dari hasil buruan. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut untuk mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya.[35]
Agama bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka mengakui adanya Yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu mendatangkan bencana, mereka jinakkan dengan sajian-sajian, disamping itu mereka dengan sangat memuliakan arwah nenek moyang yang dianggap masih berkuasa mengatur hidup keturunannya.[36]
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugey (w. 1175). Ia adalah ayah Jenghiz (Chinggiz atau Chingis). Jenghiz aslinya bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan kepadanya oleh sidang kepal-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Jenghiz Khan, ketika ia berumur 44  tahun.[37]
Jenghiz Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke Tibet, dan Cina, tahun 1213 M, serta dapat menaklukkan Beijing tahun 1215 M. Ia menundukkan Turkistan tahun 1218 M yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni Khawarizm Syah. Invasi Mongol ke wilayah Islam terjadi karena ada peristiwa Utrar, 1218 M, yaitu ketika Gubernur Khawarizm membunuh para utusan Jenghiz yang disertai pula oleh para saudagar muslim. Peristiwa tersebut menyebabkan Mongol menyerbu wilayah Islam, dan dapat menaklukkan Transoxonia yang merupakan wilayah Khawarizm, tahun 1219-1220, padahal sebelumnya mereka itu justru hidup berdampingan secara damai satu sama lain.
Kemudian mereka masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Quzwain, Hamadzan, dan sampai keperbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizm, mereka kembali mendapat perlawananan dari Sultan Alauddin, tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizm. Sultan Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindaran. Ia di gantikan putranya, Jalaluddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbaijan[38]. Di setiap daerah yang di laluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah di hancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Kota Bukhara di Samarkand yang di dalamnya terdapat makam Imam Bukhari, salah seorang perawi hadis yang termasyhur, dihancurkan. Balkh dan kota-kota lain yang mempunyai peradaban Islam yang tinggi di Asia Tengah juga tidak luput dari penghancuran. Jalaluddin, penguasa Khawarizm yang berusaha meminta bantuan kepada khalifah Abbasiyah di Baghdad, menghindarkan diri dari serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke India tahun 1221, yang akhirnya ia lari ke barat. Toluy, salah seorang anak Jenghiz, diutus ke Khurazan, sementara anaknya yang lain, yakni Juchi dan Chagatai bergerak untuk merebut wilayah sungai Sir Darya Bawah dan Khawarizm.[39]
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jenghiz Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Toluy.[40]
Wilayah kekuasaan Jenghiz Khan yang luas itu dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia tahun 624H/1227M. Pertama, Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang mmbentang hingga ke Rusia selatan, di dalamnya terdapat Khawarizm. Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (kelompok) biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde putih di Siberia Barat. Kedua sebagai kekhanan (kepemimpinan) yang berbagai macam ragamnya di Rusia, Siberia dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakahan, Qazan, Qosimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg, salah satu cabang keturunan Juchi berkuasa di Khawarizm dan Transoxonia pada abad kelima belas dan keenam belas.
Kedua, Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak dari Transoxania hingga Turkistan timur atau Turkistan Cina. Cabang-barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di Transoxania segera masuk ke dalam lingkungan pengaruh Islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan Cabang-timur dari keturunan Chagatay berkembang di Semirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim. Mereka lebih tahan terhadap pengaruh Islam, tetapi akhirnya mereka ikut membantu menyebarkan Islam di wilayah Turkistan Cina dan bertahan di sana hingga abad ke tujuh belas.

Ketiga, Ogotay, adalah putra Jenghiz Khan yang terpilih oleh Dewan Pimpinan Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan. Akan tetapi, dua generasi Kekhanan Tertinggi jatuh ke tangan keturunan Toluy. Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayah di Pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak keturunan Chagatay dan Qubilay Khan, hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
Keempat, Tuluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubilay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubilay Khan menakhlukkan Cina dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintah hingga abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh Dinasti Ming. Mereka memeluk agama Buddha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia. Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Qubilay Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.[41]
G.  Invasi-invasi mongol
Wilayah kultur arab menjadi jajahan mongol setelah bagdad ditaklukkan oleh hulako khan, 1258. ia membentuk kerajaan Il Khaniyah yang berpusat di tabris dan maragha. Ia dipercaya oleh saudaranya, mongke khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah mongol di asia barat yang telah lepas dari kekuasaan mongol setelah kematian jengis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk manunaikan tugas itu tahun 1253 dari Mongolia . Atas kepercayaan saudaranya itu hulako khan dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan asia kecil sebelum menundukkan bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah di Persia utara, tahun 1256. jatuhnya ibu kota abbasiyah yang didirikan oleh khalifah kedua, al-mansyur itu, baerkaitan erat sekali dengan seseoran yang bernama ibnu al-qami' 5 ia berhasil untuk merayu pasukan mongol untuk menyerang bagdad.[42]
Pada awal tahun 656 H/ 1258 M, hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad dibawah pimpinan dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya, kemudian pada tanggal 12 muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan dua ratus ribu personel dan dipimpin langsung oleh hulako khan tiba di bagdad. Mereka mengepung bagdad dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya di adakan perjanjian antara hulako dan mu'tashim mu'tashim dikawal tujuh ratus dari kalangan hakim dan, fuqoha', orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya mereka semua di bunuh oleh hulako khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas permintaan ibnu al-qami' dan nashiruddin at-thutsi. Demikian juga membunuh sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bedosa. Akibat pembunuhan dan perusakan kota itu timbullah wabah penyakit lantaran mayat-mayat yang bergelimpangan belum sempat di kebumikan. Hulako mengenakan gel ail khan dan menguasai wilayah lebih luas lagi hingga ke syiria utara seperti kota Aleppo , hama dan harim.[43]
Selanjutnya ia ingin merebut mesir, tetapi malang, pasukan mamluk rupanya lebih kuat dan lebih cerdik sehingga pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain jalut, palestina, tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi mesir. Ia sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat.
Hulako yang memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, abaqa, 1265-1282. ia sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang beragama Kristen neustorian 6 , yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol Il khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang salib, penguasa Kristen eropa, Armenia cilicia untuk melawan mamluk dan keturunan-keturunan saudaranya sendiri dari dinasti horde keemasan (golden horde) yang telah bersekutu dengan mamluk, penguasa muslim yang berpusat di mesir. Dinasti Il-Khaniyah lama kelamaan renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya di timur, terutama setelah meninggalnya qubulay khan tahun 1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang islam, berbondong-bondong memeluk agama islam seperti ghazan khan dan keturunannya.[44]
Penguasa Il-Khaniyah terakhir ialah abu sa'id. Ia berdamai dengan mamluk tahun 1323, yang mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria. Perselisihan dalam tubuh Il khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat local. Mereka hanya dapat dipersatukan kembali pada masa timur lenk yang berbentuk dinasti timurriyah yang berpusat di samarkand . Sebagian wilayah Il-Khaniyah yang yang berada yang berada di kawasan kebudayaan arab seperti iraq , Kurdistan dan azebaijan, diwarisi oleh dinasti jalayiriyah. Jalayiriyah adalah suku mongol yang mengikuti hulako ketika menaklukkan negeri-negeri islam. Dinasti ini didirikan oleh hasan kuchuk (kecil) dari dinasti chupaniya, musuh bebuyutannya yang memerintah sebagai gubernur di Anatolia di bawah sultan abu sa'id, penguasa terakhir dinasti Il khaniyah, dan memusatkan kekuatannya di bagdad. Dimasa Uways, pengganti hasan agung, jalaliriyyah baru memiliki kedaulatan secara penuh. Ia dapat menundukkan azerbaizan, namun mendapat perlawanan dari dinasti muzaffariyah din Khan-Khan horde keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara Qoyunlu.[45]
Dari sini dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya arab seperti iraq dan syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis dapat ditaklukkan oleh mongol, tetapi akhirnya mongol sendiri terserap kedalam budaya islam. Dapatkah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya arab di pemerintahan bukan hanya dynasti berbangsa arab saja tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern ini.
F. Dampak kekuasaan mongol
Apa dampak positive maupun negative kekuasaan mongol terhadap wilayah islam yang ditundukkannya?. Dampak negative tentu lebih banyak dibandingkan dampak positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan mongol sejak dari wilayah timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi ummat islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan hanya pada masa hulako saja yang membunuh khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh argun Khan ke 4 pada masa dinasti Il khaniyah terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk islam, Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga juwaini yang tersohor di hokum mati tahun 1284, Syamsuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.[46]
Bangsa mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih memeluk agama Buddha, rupanya bersimpati kepada orang-orang Kristen yang bangkit kembali pada masa itu dan menghalang-halangi Dakwah islam di kalangan mongol, yang lebih fatal lagi adalah hancurnya bagdad sebagai pusat dinasti abbasiyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh hulako. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.[47]
Ada pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para pemimpinnya memeluk agama islam. Mengapa dapat menerima dan masuk agama islam? Antara lain adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan gazhar khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya beagama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk islam adalah karena pengaruh seorang menterinya, Rasyiddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya untuk berapa provinsi syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan yahudi untuk membayar jizrah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan islam, melarang riba', dan menyuruuh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar pada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab , Persia , Cina , Tibet dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena tekanan batin yang berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu ketika pasukannya kalah di syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk menggusurnya dari kekuasaannya.[48]
Sepeninggal gazan digantikan oleh uljaitu khuda banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran syi'ah sebagai kaum resmi kerajaannya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas Il-Khaniyah. Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz , dan Il-Khaniyah menjadi pusat pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta timur jauh. Namun perselisihan dalam keluarga dinasti Il-Khaniyah menyebbkan runtuhnya kekuasaan mereka.[49]

G.Para Pemimpin Mongol yang Terkenal
1.        Jenhiz Khan (7H/12-13 M)
Jenhiz Khan adalah pemimpin paling terkemuka tanpa tanding. Ialah yang   menundukkan seluruh Mongolia dan Tartar di bawah kekuasaannya dan menyatukan mereka, lalu membentuk pasukan yang sangat besar. Ia juga yang telah meletakkan undang-undang Mongolia yang terkenal.
Dengan pasukannya ia menyerbu pemerintahan Khawarizm dan menghancurkannya. Ia menguasai negeri-negeri Asia, antara lain Bukhara, Balkh, Naisabur, Samarkand, dan juga kota-kota besar Iran.
2.        Hulagu Khan (7H/13M)
Hulagu Khan adalah pimpinan Mongolia yang menghabisi kekhalifahan Abbasiyah, dan menghancurkan Baghdad, dengan membunuh sebagian besar penduduknya. Bahkan juga membunuh Khalifah Al-Mu’tashim, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah. Ia kemudian melanjutkan penyerbuannya, menghancurkan sebagian kota-kota Syiria. Hulagu juga mendirikan Pemerintahan Ilkhan di Irak.
3.        Timur Lenk (8H/14M)
Timur Lenk adalah penguasa muslim India yang memerangi negeri-negeri tetangga seperti Persia, Irak, Syam, dan Turki. Timur Lenk adalah penguasa yang berani, Timur Lenk artinya Timur yang pincang.
4.        Zhahirudin Babur (10H/15-16M)
Zhahirudin Babur adalah pendiri kekaisaran Mongolia (muslim) di India, yang berkuasa sepanjang tahun 932-1275 H/1526-1858 M.[50]



















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perang Salib ialah perang yang dilakukan oleh umat Kristen Eropa untuk merebt dan menguasai Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam.  Dinamakan Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda Salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka. Perang ini berlangsung dari tahun 1095- 1291 M.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perang salib yaitu: faktor agama, faktor politik, dan faktor ekonomi.
Adapun dampak Perang Salib adalah adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Dan walaupun umat Islam berhasil mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena peperangan berlangsung dari dalam wilayah sendiri.
Bangsa Monggol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuri Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.
 Dampak Negativ dari Serangan Mongol yaitu Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari wilayah timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi ummat islam dan pembunuhan terhadap umat islam.
Ada pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para pemimpinnya memeluk agama islam karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan gazhar khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya beagama Buddha
Para Pemimpin Mongol yang Terkenal:Jenhiz Khan (7H/12-13 M), Hulagu Khan (7H/13M),Timur Lenk (8H/14M),V

3.2  Saran
Penulis telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Maka, penulis sangat mengharapkan  saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan  di masa yang akan datang

Kronologi Perang Salib
No
Tahun
Peristiwa
1
1096
Pengumuman Perang Salib oleh Paus Urbanus II di Clermont tanggal 27 November
2
1097-1098
Tentara Salib tiba di Konstantinopel (Spanyol) yang kala itu termasuk wilayah islam
3
1099
Tnggal 15 Juli Yerussalem jatuh ke Tentara Salib
4
1101
Tentara Salib dikalahkan Turki di wilayah Asia Kecil
5
1109
Tripoli dikuasai  tentara Salib
6
1119
Pertempuran diLadang Darah
7
1129
Tentara Salib menyerang Damaskus
8
1144
Tentara Islam dipimpin Zengi merebut Adessa, Tentara Salib mundur kemudian muncul Perang Salib II
9
1146
Zengi wafat
10
1147
Tentara Salib kalah di Damaskus
11
1169
Saladin berkuasa di Mesir (mewakili Nuruddin)
12
1174
Nuruddin wafat. Damaskus, Aleppo, dan Mosul dipimpin Saladin
13
1174
Aleppo menyerah kalah
14
1174
Salahuddin menghadapi serangan Norman dari Sicilia di perairan Iskandariyah selama 3 hari
15
1175
Khalifah Abbasiyah mengukuhkan Salahuddin sebagai pemimpin (sultan) Mesir, Nubiah, Yaman, Magribi, Palestina, dan kawasan tengah Shiria, Salahuddin bergelar Sultan al-Islam wa al-Muslim.
16
1181
Isma'il al-Malik al-Salih yang memerintah Haleb meninggal dunia
17
1183
Seluruh negeri Shiria termasuk Haleb berada di bawah kekuasaan Salahuddin yang dikenal sebagai Saladin di Barat
18
1187-1191
Kota Akka, tempat Salahuddin tinggal dikepung selama dua tahun
19
1187
Pertempuran Hattin tanggal 4 Juli, Saladin membebaskan Yerusalem daritentaraSalib.
20
1191
Salahudin dapat dilkalahkan oleh Richard dalam peperangannya di Arsuf
21
1192
Shalah membaiat al-Adil, anak al-Malik al-Kamil, sebagai bangsawan dalam sebuah upacara yang meriah
22
1192
Salahuddin dengan Richard membuat perjanjian perdamaian di Ramlah
23
1193
Shalah meninggal
24
1202-1204
Pasukan Salib yang disiapkan menyerang Mesir ternyata mengubah haluan menuju Constantinople
25
1219
berhasil menduduki Dimyat
26
1247
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin, dan di masa pemerintahan Al-Malik Al Shalih, penguasa Mesir selanjutnya
27
1291
Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin




Kronologi Invasi Mongol







No
Tahun
Peristiwa
1
1213
Jenghiz Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke Tibet, dan Cina
2
1215
menaklukkan Beijing
3
1218
Jenghiz Khan menundukkan Turkistan yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni Khawarizm Syah
4
1218
Invasi Mongol ke wilayah Islam terjadi karena ada peristiwa Utrar, yaitu ketika Gubernur Khawarizm membunuh para utusan Jenghiz yang disertai pula oleh para saudagar muslim.
5
1219-1220
Transoxonia yang merupakan wilayah Khawarizm ditaklukkan
6
1224
Sultan Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindaran. Ia di gantikan putranya, Jalaluddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock
7
1227
Jenghiz Khan meninggal dunia tahun

8
1221
Khawarizm menghindarkan diri dari serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke India

9
1256
Hulako menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah di Persia utara
10
1258
Hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad
11
1260
Pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain Jalut, Palestina oleh pasukan mamluk ketika berniat melangkahi mesir
12
1265
Hulako Khan digantikan oleh anaknya, Abaqa sampai 1282
13
1284
Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga juwaini yang tersohor di hokum mati
14
1289
Syamsuddin penggantinya dibunuh
15
1289
Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati
16
1294
qubulay khan meninggal
17
1323
abu sa'id berdamai dengan mamluk, dan mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria

















DAFTAR  PUSTAKA

Aisyah, R. (2009, Juli 06). Knowledge. Retrieved april 06, 2013
Ali,Ameer. 1978, The Spirit of  Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Ali,K.  2000. A Study of Islamic History. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amir, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Enan, M.A. 1983.  Decisive Moment in the History of Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hamka. 1975. Sejarah Umat Islam Jilid II. Jakarta: Bulan Bintang.
Iqbal, A. (2010). Perang-Perang Yang Paling Berpengaruh Di Dunia. Yogyakarta: Penerbit Jogya Bangkit Publisher .
Islam, D. R. (1997). Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid IV. Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve.
Kusmayadi, H. (2012, maret 17). Retrieved april 06, 2013, from http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Yatim, Badri. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.



[1]) Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Cet. XIV; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 787. Lihat juga Muhammad Idris Abd, al-Rauf al-Marbawiy, Kamus al-Marbawiy, (Mesir: Mustafa Bab al-Halabiy wa Awladuh, t. th.), h. 131.

[2]) Lihat Ahkmad Iqbal, Perang- Perang Yang Paling Berpengaruhh diDunia (Penerbit Jogja Bangkit Publisher, Jogjakarta 2010) hal 69.
[3]) Yang dimaksudkan ialah sebab-sebab terjadinya atau motifasi yang melatar belakangi terjadinya Perang Salib yang pertama. Adapun penyebab terjadinya Perang Salib untuk setiap periodenya adalah kelanjutan dari peperangan yang terjadi sebelumnya
[4] )http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[5]) Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 76
[6]) Lihat M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa (Cet. I; Yogyakarta: Bina Usaha, 1987), h. 4.
[7])http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[8]) http://hilmannn.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[9])  Idem7
[10]) Idem 2

[11]) Idem 2
[12] ) Idem 7
[13] ) Idem 2
[14] )Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid IV (Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)
[15] ) Ibid 5
[16]) Ibid 5
[17]) Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 76
[18])  Ibid 13
[19]) Ibid 2
[20]) ibid 14
[21])ibid 6
[22]) Ibid 5 Hlm 78
[23]) Ibid 5 hlm 79
[24]) Ibid 7
[25]) Ibid 7
[26]) ibid 2
[27]) ibid 2
[28])ibid 7
[29]) bid7
[30]) Ahmad Al-Usziry, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm. 323-324
[31]) Ibid 30
[32]) Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islami, Juz 4, Kairo: Maktabah An-Nahdhah Al-Mishriyah, 1967
[33]) ibid 30
[34])Dr . Badri Yatim, M. A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo        Persada, hlm. 111.
[35]) Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islami, Juz 4, Kairo: Maktabah An-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979, hlm. 132.
[36])Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam (Terjemah dari The Preaching of Islam), Jakarta: Wijaya, 1981, hlm. 193.
[37]) Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, hlm.127.
[38]) Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989, hlm. 142-143.
[39])Hasan Ibrahim Hasan, hlm. 261-268. Brockelmann, History of The Islamic People, London: Roudledge & Kegan Paul Lmt, 1949, hlm. 246-248.
[40])Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm. 113.

[41]) Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, hlm. 167-170. Brockelman, History of the Islamic People, hlm. 248-249
[42]) ibid 30
[43]  Ibid 7
[44])ibid 7
[45])ibid 7
[46]  Ibid 7
[47] Ibid 7
[48])ibid 30
[49])ibid 30
[50])Ahmad Al-Usziry, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm. 323-324.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar