BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang
memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus,
2009). Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman tumbuhan, tetapi masih banyak
yang belum terungkap secara ilmiah. Hal ini dikarenakan derasnya pemanenan
sumberdaya hayati, khususnya penebangan ekosistem hutan dengan berbagai alasan,
besar kemungkinan bahwa keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan ini
tererosi, bahkan terancam punah (Kartawinata, 2010).
Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soeryo
di Cangar merupakan salah satu kawasan hutan yang potensial untuk habitat dari
keanekaragaman tumbuhan lumut. Topografi TAHURA R.Soeryo secara keseluruhan
memiliki konfigurasi bervariasi antara datar, berbukit dan gunung-gunung dengan
ketinggian antara 1.000-3.000 meter diatas permukaan laut. TAHURA R.Soeryo
termasuk tipe C dan D dengan curah hujan rata-rata 2.500-4.500 mm per tahun
menurut klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson. Suhu udara berkisar antara
5ºC-10ºC (Anonimus, 2007). Pertumbuhan lumut didukung dengan habitat yang
lembab, sedangkan di daerah pemandian air panas habitat lumut di dominasi
dengan suhu panas. Jenis tumbuhan perintis berpengaruh terhadap sebagian besar sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
tanah (Prawito, 2009). Di sekitar mata air panas Cangar banyak ditemukan
gua-gua buatan masa pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945 (Anonimus, 2010).
Komponen penyusun hutan berupa lumut
merupakan komponen yang banyak menumbuhi tanah maupun pepohonan di kawasan
hutan cangar , karena lumut merupakan salah satu organism primer yang juga
menjadi salah satu produsen penghasil oksigen dan menduduki produsen tingkat 1
dalam rantai makanan, Jamur merupakan salah satu
jenis tumbuhan
yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak
dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi
utama. Seiring dengan berkembangnya waktu,
telah diketahui bahwa terdapat lebih dari
ribuan jamur dengan berbagai jenis. Tidak
semua jenis jamur dapat dikonsumsi (edible).
Banyak pula jenis jamur yang beracun (poisonous) (Dwi, 2000). sedangkan
lichen merupakan salah satu bioindikator pencemaran udara yang sangat peka
terhadap lingkungan buruk sehingga adanya lichen disuatu tempat menunjukkan
bahwa tempat tersebut udaranya masih bersih dan belum tercemar polusi udara.
Oleh karena itu pada studi lapangan kali ini
kami akan mengambil tempat di kawasan hutan pegunungan cangar kota Batu, malang
sebagai obyek penelitian keanekaragaman Fungi, Lichen dan Briophyta agar dapat
memahami morfologi, habitat, siklus hidup, reproduksi serta peranannya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Apasajakah jenis-jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar?
- Bagaimana klasifikasi dari jenis-jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar?
- Bagaimana ciri–ciri dan habitat dari jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan diadakannya Kuliah Kerja Lapangan ini
diantaranya yaitu:
- Mengetahui jenis-jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar.
- Mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar.
- Mengetahui ciri–ciri dari jenis Jamur, Lumut, Lichenes yang terdapat di Cangar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Jamur
Jamur dalam beberapa pustaka masih dimasukkan dalam
dunia tumbuhan, yakni Thallophyta, akan tetapi tidak mempunyai klorofil,
sehingga untuk hidupnya memerlukan sumber bahan organik. Dinding selnya
kebanyakan mengandung zat khitin, yang terdiri dari rangkayan molekul
N-acetylglocosamina. Perkembangan belakangan ini seperti yang telah di
kemukakan oleh Alexopoulos dan Mims (1979) di beri kerajaan sendiri dan di
pisahkan dengan tumbuhan dengan nama Myceteae (Sastrahidayat, 2010).
Fungi adalah komponen biosfer yang sangat sangat
besar dan penting. Keanekaragamanrnya menakjubkan: sementara sekitar 100.000
spesies telah di identivikasi, diperkirakan bahwa sebenarnya terdapat tak
kurang dari 1,5 juta sepesies fungi. Beberapa fungi khusus bersel tunggal,
namun sebagian besar memiliki tubuh multiseluler yang kompleks, yang pada
banyak kasus mencakup struktur yang kita kenal sebagai cendawan. Keanekaragaman
ini membuat fungi mampu mengolonisasi hamper semua habitat terrestrial yang
terbayangkan; sporanya yang terbawa angina bahkan telah ditemukan 160 KM di
bawah tanah (Campbell, et al., 2012).
Fungi tidak hanya beraneka ragam dan tersebar luas,
namun juga penting bagi kemakmuran sebagian besar ekosistem terrestrial. Mereka
memecah materi organik dan mendaur ulang nutrient, memungkinkan organisme lain
untuk mengasimilasi unsur-unsur kimia yang esensial. Manusia memperoleh
keuntungan dari jasa fungi pada pertanian dan kehutanan seperti peran
pentingnya dalam membuat berbagai produk mulai dari roti hingga antibiotik. Namun
benar pula adanya bahwa beberapa fungi menyebabkan penyakit pada tumbuhan dan
hewan (Campbell, et al., 2012).
Beberapa
fungi memiliki hifa terspesialisasi yang memungkinkan mereka menyerap makanan
pada tubuh hewan hbidup. Spesies-spesies fungi yang lain memiliki hifa
terspesialisasi yang di sebut Haustoria, yang digunakan oleh fungi untuk
mengekstraksi nutrient dari atau bertukar nurien dengan inangnya. Hubungan yang
saling menguntungkan antara fungi dan akar tumbuhan disebut mikoriza (Mycorhyzae)
istilah yang berarti akar (Campbell, et al., 2012).
Fungi mikoriza dapat meningkatkan pengantaran ion fosfat dan mineral-minertal
yang lain ke tumbuhan, karena jejaring miselium fungi yang sangat luas lebih
efesien dari akar tumbuhan dalam memperoleh mineral dari tanah. Sebagai
gantinya, tumbuhan menyuplai fungi dengan nutrient-nutrien organic seperti
karbohidrat. Ada bebrapa tipe fungi mikoriza. Fungi ektomikaryza (ectomycaryzal
fungi) memebentuk selubung hifa diatas permukaan akar dan juga tumbuh
kedalam ruang ekstraseluler pada korteks akar. Fungi mikoriza arbuskular
menunjukkan hifanya yang bercabang-cabang memiliki dinding sel akar dan kedalam
tabung yang terbentuk melalui invaginasi (pendorongan ke dalam) membrane sel
akar (Campbell, et al., 2012).
Cendawan atau jamur tidak memiliki kromofora, oleh sebab itu umumnya tidak
berwarna, tetapi ada jamur yang tinggi tingkatannya terdapat macam-macam zat
warna, terutama dalam badan buahnya. Zat warna itu umumnya terdiri atas senyawa
aromatic yang tidak mengandung senyawa N. Talus hanya pada yang paling
sederhana saja yang telanjang, umumnya sel-sel mempunyai membrane yang terdiri
atas kitin dan bukan selulosa (Tjitrosoepomo, 2009).
Fungi yang hidup di darat dapat menghasilkan spora yang terbentuk di bawah
sel-sel khusus (askus), jadi merupakan endospore, ada yang di luar basidium, di
sebut aksospora. Disamping itu jamur dapat membiak aseksual dengan konidium (Tjitrosoepomo,
2009).
Peranan Fungi dalam Kehidupan sebagai berikut (Campbell,
et al., 2012):
a. Fungi Sebagai
Dekomposer
Fungi teradaptasi sebagai decomposer yang baik material organic, termasuk
selulosa dan lignin dari dinding sel tumbuhan. Hamper semua substrat yang
mengandung karbon bahkan bahan bakar zet dan cat rumah-dapat di konsumsi oleh
beberapa jenis fungi. Selain itu, fungi dan bakteri terutama bertanggung jawab
untuk mejaga ekosistem agar tetap memiliki persediaan nutrient anorganik yang
esensial bagi pertumbuhan tumbuhan.
b. Fungi Sebagai
Mutualis
Fungi dapat membentuk hubungan mutualistic dengan tumbuhan, Alga, sianobakteri
dan hewan. Semua hubungan ini memiliki efek ekologis yang besar.
c. Mutualisme Fungi Tumbuhan
c. Mutualisme Fungi Tumbuhan
Selain dari fungi mikoriza, simbiotik antara fungi dan tumbuhan yaitu endofit (endhophyte)
simbiotik, fungi yang hidup di dalam daun atau bagian tumbuhan yang lain tanpa
menyebabkan kerugian. Para saintis telah menunjukkan bahwa endofit
menguntungkan rumput-rumputan tertentu dan tumbuhan tak berkayuyang lain dengan
membuat toksin yang mengusir herbivore atau meningakatkan toleransi tumbuhan
inang terhadap panas, kekerinagn atau logam berat.
d. Simbiosis Fungi-Hewan
d. Simbiosis Fungi-Hewan
Beberapa fungi berjasa dalam membantu pencernaan hewan, dengan menguraikan
material tumbuhan di dalam saluran pencernaan sapi dan mamalia pemamah baik
lainnnya. Banyak sepesies semut mengambil keuntungan dari daya disgestif fungi
dengan mengembangbiakkannya di dalam pertanian. Semut pemotong daun misalnya
menelusuri hutan tropis untuk mencari dedaunan, yang tidak adapt di cerna
sendiri namun dedaunan itu di bawa pulang ke sarangnya dan di berikan ke fungi
sebagai pakannya. ketika fungi tumbuh, hifanya mengembangkan ujung-ujung
mengembung yang terspesialisasi yang kaya akan protein dan karbohidrat. Semut
memakan ujung-ujung hifa yang kaya akan nutrient ini. Akibatnya, fungi
menguraikan daun tumbuhan menjadi zat-zat yang dapat di cerna oleh serangga,
dan mereka juga mendetoksifikasi senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat
membunuh atau membahayakan semut.
Selain menguntungkan, sekitar 30% dari 100.000
spesies fungi yang telah di ketahui hidup sebagai parasite atau pathogen,
terutama pada tumbuhan. Misalnya Cryphonectria parasitia, fungi
askomisetes yang menyebabkan hawar chestnut. Beberapa fungi yang
menyerang tanaman pangan juga bersifat toksik bagi manusia, misalnya beberapa
spesies tertentu dari kapang askomisetes, Aspergillus mengkontaminasi
padi-padian dan kacang-kacangan yang tidak disimpan dengan baik (Campbell, et
al., 2012).
2.2 Lichenes
Liken adalah asosiasi simbiotik antara
mikroorganisme fotosintetik dan fungi dengan jutaan sel fotosintetik yang
disatukan oleh masa hifa fungi (Campbell, et al., 2012). Organisme ini
sebenarnya kumpulan antara fungi dan alga, tetapi sedemikian rupa hingga dari
segi morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan (Tjitrosoepomo, 2009).
liken merupakan jamur yang bersimbiosis dengan alga,
dengan jumlah sepesies lebih dari 16.000 spesies yang telah diketahui. Mereka
menduduki niche ekologi dan telah merupakan kelompok yang terpisah. Liken
biasanya mempunyai patner jamur Ascomycetes atau basidiolichenes (Sastrahidayat,
2010).
liken (latin=lumut pohon) merupakan organisme
simbiosis yang terdiri atas benang-benang fungi (hifa) dan alga hijau atau alga
hujau-biru mikroskopis yang hidup bersama sdan berfungsi sebagai satu indifidu.
Tubuh liken disebut talus dan tidak menyerupai komponen alga maupun fungi.
Liken tumbuh dengan cepat pada bebatuan, tanah, pohon, atau setruktur artifisial
apapun. Mereka dapat hidup di kondisi ekstrim seperti di Afrika, Amerika,
bahkan padang pasir. Organisme ini berperan penting sebagai vegetasi [erintis
di beberapa habitat, karena kemampuannya melakukan infasi pertama pada batu
atau tanah yang baru terkena sinar matahari (Suhono, 2012).
Terdapat sekitar 13.500 sepesies liken di permukaan
bumi, yang sebagian besar dipelajari di belahan bumi empat musim. Untuk
emmudahnak dalam mempelajarinya, liken di kelompokkan berdasarkan bentuk
hidupnya. Ada tiga kelompok, yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Namun,
ketiga bentuk ini tidak dapat dijadikan dasar taksonomi liken, karena liken
yang tergolong satu suku atau bahkan satu marga dapat berbentuk crustose,
foliose, dan fruticose. Banyak ahli liken menambahkan satu ebntuk algi yaitu
squamulose. System pengklasifikasian liken masuk dalam system klasifikasi fungi
(Suhono, 2012).
Liken diketahui memiliki beberapa manfaat. Organisme
ini menghasilkan metabolit sekunder yang ebrperan penting dalam membedakan
jenisnya. Penggunaan langsing dari senyawa sekunder ini dapat dilihat pada
produk obat-obatan, bahan pencelup, dan komponen parfum. Dialam, senyawa ini
berperaperan sebagai pertahanan diri liken sebagai herbifora, juga membantu
ememcahkan substrat batu. Liken mengandung jenis sianobakteri sebagai fotobion
yang menyediakan nitrogen terfiksasi untuk lingkingan. Liken merupakan penyedia
makanan untuk kehidupan satwa liar seperti rusa, musang, tupai, tikus dan kelelawar,
juga perlindungan bagi beberapa jenis ngengat. Beebrapa jenis burung
menggunakan liken fructose untuk sarangnya. Di Jepang liken di rebus dalam sup,
dimakan mentah-mentah, dibuat salad, maupun di konsumsi sebagai kudapan. Liken
adalah organisme yang sensitive terhadap kerusakan lingkungan sehingga berpotensi
digunakan sebagai bioindikator atau biomonitor dari kesetabilan suatu ekosistem
(Suhono, 2012).
2.3 Lumut
Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan rendah dan
bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian
(Windadri, 2007). Ada 24.000 spesies Bryophyta yang dikenal, dan semua tumbuhan
lumut membutuhkan kondisi lingkungan yang lembab yang masuk kedalam siklus
kehidupan tumbuhan tersebut. Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga kelas, yaitu
lumut hati (Hepatophyta) dengan 9000 spesies dan 240 genus; lumut tanduk
(Anthocerotopyhta) hanya 500 spesies; dan lumut daun (Bryopsida) memiliki
12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999).
Bryophyta termasuk salah satu bagian kecil dari
flora yang belum banyak tergali juga merupakan salah satu penyokong
keanekaragaman flora. Tumbuhan lumut tersebar luas dan merupakan kelompok
tumbuhan yang menarik. Mereka hidup di atas tanah, batuan, kayu, dan
kadang-kadang di dalam air. Lumut hati dan
lumut daun yang hidup
menyendiri biasanya tidak menarik. Namun dapat tampak bahkan menarik jika
tumbuh berkelompok. Pada umumnya jenis tumbuhan ini kurang beradaptasi pada
kondisi kehidupan daratan, dan sebagian besar merupakan tumbuhan yang hidup
pada lingkungan lembab dan terlindung. Meskipun demikian, lumut tertentu
khususnya lumut sejati (Bryopsida), dapat bertahan hidup pada musim kering.
Pertumbuhannya mengalami peremajaan jika air tersedia kembali (Tjitrosoepomo,
1984).
Bryophyta yang merupakan tumbuhan tingkat rendah dan
salah satu bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak diteliti. Lumut
yang hidup menyendiri dan tidak berkelompok akan nampak terlihat tidak menarik,
bahkan sering dianggap sebagai penyebab lingkungan kotor. Namun, jika
diperhatikan secara seksama beberapa jenis tumbuhan lumut terlihat cukup
menarik, baik dari
warna maupun
kehidupannya yang berkelompok (Ellyzarti, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mengenai pengamatan Jamur, Lichenes dan Lumut
dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 16 November 2013. Bertempat di Taman
Hutan Raya R. Soeryo Malang Jawa Timur.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat-alat
Alat-alat yang
di gunakan pada KKL ini adalah :
1. Buku literature 1 buah
1. Buku literature 1 buah
2.
Plastik ukuran sedang 1 buah
3.
Amplop ukuran sedang 1 buah
4.
Kamera
1 buah
5.
Toples 8
buah
3.2.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang di gunakan dalam
KKL ini adalah:
1.
FAA
3.3
Cara Kerja
Langkah-langkah kerja pada saat Kegiatan KKL (Kuliah
Kerja Lapangan) sebagai berikut:
1.
Di cari species
dari Jamur, Lichenes, dan Lumut dengan cara mencarinya di sekitar daerah yang di
amati misal pohon, batu, dan tanah
2.
Di ambil spesies
yang telah di temukan
3.
Di
dokumentasikan species yang telah di temukan dengan cara di foto
4.
Di masukkan
species yang di peroleh ke dalam wadah plastic atau amplop
5.
Di kumpulkan
semua species yang diperoleh pada setiap kelompok
6.
Di identifikasi
semua species yang telah di temukan
7.
Dibahas species
yang telah teridentifikasi dalam pembuatan laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Polytrichum sp.
4.1.1 Gambar
Gambar pengamatan
|
Gambar literatur
|
||
![]() |
![]() |
Keterangan
: 1. Filoida
2. Stype
3.
Rhizoid
Klasifikasi Polytrichum sp menurut Aslan,(2001) sebagai
berikut:
Kingdom:Fungi
Divisi:Bryophyta
Classis:Briopsida
Ordo:Polytricales
Familia:Polytrichaceae
Genus:Polytrichum
Spesies:Polytrichum sp
4.1.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan di Cangar, didapatkan bahwa Polytrichum sp memiliki
bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat
seta dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm, warna thallus pada Polytrichum
sp ini berwarna hijau dan habitatnya di zona amofibious, sedangkan bentuk
thallusnya filoida seperti jarum, Polytrichum ini lebih suka hidup di
pinggir sungai, tanah liat, batuan, kayu-kayu kering, lumpur dan gundukan
pasir. Biasa disebut lumut haicap atau lumut rambut, memiliki tangkai yang
tegak dan bercabang-bercabang, berupa thallus dan mempunyai tangkai sporangium
yang berbentuk lonjong bersifat elastis, membentuk koloni yang luas dan
membertuk benang dengan batang panjangnya 1-8 cm, batang ini tegak dan biasanya
tidak bercabang.
Polytrichum sp juga memiliki jaringan
asimilasi dan jaringan penyimpanan makanan jaringan pembuluh karena tanaman
ini belum sejati, selain itu memiliki
tangkai yang tegak dan bercabang-becang, memiliki sporangium yang berbentuk
bulat lonjong, berkembangbiakan dengan menghasilkan spora , serta hidup di
tempat lembab dan sedikit basah. Polytrichum juga di kenal sebagai lumut
jati sama seperti funari, Gennusi daminan adalah gametofit strukturnya hampir
sama dengan funaria, untuk gametofitnya dapat di bedakan dari segi struktur
seperti daun, batang dan akar. Batang dan daunnya berwarna hijau (ada
tulang daunnya) akarnya masih berupa
akar halus rhizoid. Polytrichum sp adalah tumbuhan diesus, antheridium
dan arkegonium terdapat pada tumbuhan berlainan, antheridium pada Polytrichum
ini terdapat di pucuk tumbuhan jantan, sedangkan arkegonium terdapat di pucuk
tumbuhan betina, untuk saprofit matang di beda kepada kaki, seta dan kaki, spora
matang di bedakan dengan bantuan alat penyebaran, untuk spora bercambah
membentuk protonema (gametofit muda) dan
berkembang menjadi gametofi lengkap.
Berdasarkan hasil literatur menurut Indriani (2004) Polytrichum sp secara morfologi tanaman
ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tingkat tinggi, memiliki daun
semu. Terdapat kaliptra seta yang
merupakan tangkai kaliptra serta rhizoid yang menyerupai akar. Kaliptra adalah ujung
spora yang menutupi sporangium, kapsul adalah tangkai yang mendukung arkegonium
dan antheridium, filoidnya adalah bagian lumut yang menyerupai daun, rhizoid
adalah bagian dari lumut yang berfungsi menyerap zat-zat hara, sporangium
adalah kotak spora. Pada sisi
perut tulang daun seringkali terdapat lamella yang membujur, Daunnya terdiri
atas beberapa lapis sel. Lumut berkembangbiak dengan spora, Spora tumbuh
menjadi Protonema, kemudian menjadi Tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut terbagi
menjadi anteridium yang menghasilkan sperma dan akegonoium yang menghasilkan
ovum. Peleburan keduanya menghasilkan zigot dan tumbuh menjadi embrio. Embrio
terus tumbuh menjadi sporangium dan menghasilkan spora.
Polytrichun termasuk bangsa
Bryalas. Mempunyai gigi-gigi peristom terdiri atas sel-sel utuh, tidak
bergaris-garis. Lumut ini umurnya bisa lebih dari satu tahun, daun-daun sempit,
pada sisi perut tulang daun seringkali terdapat lamella yang membujur. Kapsul
spora tegak atau mendatar. Peristom terdiri atas 32-64 gigi. Dari sudut letak
sporogoniumnya termasuk yang bersifat akrokarp. Selain spesies Pogonatum
cirrhatum, juga terdapat spesies Polytrichum commune dan Georgia pellucid
(Tjitrosoepomo, 1994).
Secara anatomi memiliki jaringan asimilasi dan
jaringan penyimpanan makanan.jaringan pembuluh yang belum terdapat karena
tanaman ini belum sejati. Tumbuhan ini memiliki alat kelamin berupa anteridium
dan arkegonium, pada musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau
pada ujung-ujung cabangnya. Dapat melakukan reproduksi aseksual dengan sel yang
disebut gemma (struktur seperti mangkuk yang terdapat di permukaan gametofit) tubuhnya
tersusun atas struktur berbentuk hati pipih disebut talus yang tidak
terdiferensiasi akar batang dan daun lumut hati. Secara seksual dengan
membentuk anteridium dan arkegonium. Secara aseksual, lumut hati melakukan
reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas
di permukaan gametofit. Struktur ini disebut gemma cup. Tumbuhan ini pada
umumnya habitatnya di daerah dinding atau berada pada daerah yang lembab.
Polytricum sp ini dapat
digunakan sebagai bahan pembuat kasur yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
serta dapat di gunakan sebagai tanaman hias. Selain itu manfaat lumut ini bagi
manusia sebagai obat hepatitis atau radang hati, dapat di gunakan sebagai bahan
bakar (sphagnum) atau atap rumah. Sedangkan manfaat bagi lingkungan mampu
merobak struktur batu menjadi tanah, berperan dalam ketersediaan air dan
mencegah banjir dalam ekosistem hutan, dapat juga di gunakan untuk menjaga
tanah dari erosi dan kekeringan pada musim kemarau.
4.2 Usnea
barbata
4.1.2
Gambar
Gambar pengamatan
|
Gambar literatur
|
![]() |
![]() |
Keterangan :
1.
Substrat
2.
Thallus
Klasifikasi menurut (Suhono, 2012):
Kingdom: Fungi
Filum: Ascomycota
Kelas: Lecanoromycetes
Bangsa: Lecanorales
Suku: Parmaliaceae
Marga: Usnea
Jenis: Usnea barbata
4.2.2 Pembahasan
Kata latin barbata berarti jenggot. Tubuh buah jamur ascomycetes ini
berbentuk mirip jenggot, karenannya disbut liken jenggot. Penduduk lokal kerap
mengenalnya sebagai kayu angin. Faktanya, bukan kayu melainkan jamur.
Sebenarnya jamur ini tumbuh secara koloni dengan tubuh buah berbentuk
fruktikosa yang berubah batang bercabang dengan warna hijau tua atau hijau
muda. Warna hijau ini berasal dari alga hijau yang menjadi simbionnya. Ketika
alga hijau tumbuh kurang subur, warna tubuh buah liken ini menjadi agak kelabu (Suhono, 2012).
Di
Indonesia, liken jenggot banyak tumbuh didaerah
pegunungan pada ketinggian diatas 1000 m. Umunya jamur ini tumbuh pada batang
tanaman, hidup secara epifit. (Suhono, 2012)
Perkembangbiakan dapat dilakukan secara seksual dan
aseksual. Secara seksual dengan apothesia yang tumbuh pada ujung tubuh buah. Di
dalam apothesia terdapat askupora yang berisi spora. Perkembangbiakan secar
aseksual dilakukan dengan potongan atau pemutusan bagian tubuh buah yang
terpisah. Tubuh buah ini kemudian tumbuh menjadi individu baru dan mengeluarkan
banyak tubuh buah berupa batang-batang-batang kecil bercabang. (Suhono, 2012)
Secara tradisional, jenis liken ini di mnfaatkan sebagai
bahan obat, antara lain untuk mengobati diare, disentri dan pegel linu. Liken
ini juga digunakan sebagi anti biotik dan anti jamur pada luka dan pembekakan,
serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC. (Suhono, 2012)
Liken jenggot juga dapat di manfaatkan untuk mengobati
ikan yang terserang jamur di akuarium, yaitu dengan merendam liken ini di
dalamnya. Pada liken jenggot terdapat asam usnik (C18H16O7)
dalam konsentrasi tinggi, juga vitamin C. Dari liken ini telah dibuat dengan
nama Lipokinetix, digunakan untuk meningkat metabolisme dan menjaga kesetabilan
tubuh. (Suhono, 2012)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada beberapa
spesies yang ditemukan ketika melaksanakan penelitian di Cangar, dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Polytrichum sp. memiliki bentuk thalus menyerupai tanaman, melekat pada
substrat yaitu tanah, daunnya seperti jarum pipih, panjang talus 3 cm.
2.
Usnea
barbata, merupakan lichen yang termasuk
kelompok fruktikose berbentuk seperti jumbai-jumbai, percabangan pendek,
habitatnya menempel pada kayu, thalus utama lebih besar dibandingkan thalus
cabang, dan berwarna hijau.
5.2 Saran
Agar
pengamatan dilapangan dapat berjalan dengan lancar sebaiknya lokasi yang
diambil adalah daerah yang datar dan mudah dijangkau, dan untuk identifikasi
sebaiknya digunakan banyak sumber yang dapat membandingkan materi dengan
ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2009.
Manfaat Tumbuhan Lumut Sebagai Obat Alami. Artikel dari situs
http://www.google.com//(11 september 2010)
Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan
Ekosistem Indonesia. Bidang
Lingkungan, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta
Anonimus. 2010 a. Obyek Wisata Alam. Artikel dari situs
http://Guajepangcangar.go.id//(10 Oktober 2010)
Anonimus. 2007. Taman Hutan Raya R. Soeryo Jawa Timur.
Artikel dari situs http://Dephub.go.id//(10 Oktober 2010)
Prawito, P. 2009. Pemanfaatan Tumbuhan Perintis Dalam Proses
Rehabilitasi Lahan Paskatambang Di Bengkulu. Jurnal Ilmu Tanah dan
LingkunganVol.9No. 1 p: 7-12. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Dwi,Ahmad.2000.petunjuk praktikum taksonomi tumbuhan (criptogamae).surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
Sastrahidayat, I. R. (2010). MIKOLOGI
Ilmu Jamur. Malang: UB Press.
Campbell, Neil A.2003.Biologi Jilid 2 Edisi Kelima.Jakarta:Erlangga
Suhono, B. (2012). ENSIKLOPEDIA
BIOLOGI DUNIA TUMBUHAN RUNJUNG DAN JAMUR. Jakarta: Lentera Abadi.
Tjitrosoepomo, G. (2009). TAKSONOMI
TUMBUHAN Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta. Yogyakarta: UGM
Press.
Semple, J. C.
1999. An Introduction to Fungi, Algae, Plants,2thedition, Pearson Custom
Publising. Halaman 76-83
Edawua,Nathania E.E.2009.Keanekaragaman Bryophyta di
Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R.Soeryo Cangar JawaTimur.Diakses tanggal
25 November 2012 pukul 22.16
Ellyzarti. 2009.
Kekayaan Jenis Tumbuhan Lumut Di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan
Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian
Kepada Masyarakat, Unila
Aslan, Ahmad.1998. Taksonomi Tumbuhan Rendah.
Bogor:Citra Karya
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam
Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas, vol : 8 no 3, hal :
197-203. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Cibinong
Indriani, Hety dan Sumiarsih, Emi. 1997. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput
Laut. Jakarta: Penebar Swadaya
Rahmat, Suryani dan Nurhidayat.(2011). Untung Besar dari
Bisnis Jamur Tiram. Jakarta; Penerbit AgroMedia Pustaka
Parjimo dan Andoko, Agus .(2004). Jamur. Jakarta;
Penerbit Penebar Swadaya
Muchroji.(1997). Jamur
Tiram. Jakarta; Penerbit Penebar Swadaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar